Mohon tunggu...
OKTAVIA INDRI YANI
OKTAVIA INDRI YANI Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55525110006 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Manajemen Perpajakan - Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

CPMK 2 : Diskursus Keadilan Ala Rawls, Berlin, dan Machan (Studi Kasus Janda Anak 3) PPh 21

2 Oktober 2025   02:01 Diperbarui: 2 Oktober 2025   02:01 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rawls akan setuju: langkah ini adalah wujud nyata dari Prinsip Perbedaan ( Di erence Principle ), di mana kebijakan diatur untuk keuntungan terbesar bagi yang paling tidak beruntung.

2. Dari Perspektif Berlin: Menjaga Keseimbangan Kebebasan

Isaiah Berlin mengingatkan kita akan ketegangan antara Kebebasan Negatif (bebas dari paksaan) dan Kebebasan Positif (kapasitas untuk bertindak). Dalam konteks pajak: memungut pajak yang terlalu tinggi mengancam kebebasan negatif, tetapi tanpa pajak, negara tidak dapat menjamin kebebasan positif bagi warganya.

Kepastian Hukum dan Penyederhanaan Sistem

Keseimbangan ini memerlukan dua hal:

  • Jaga Kepastian Hukum: Jangan hanya fokus pada menaikkan tarif untuk orang kaya. Sistem harus menyediakan kepastian hukum yang kuat agar perusahaan dan investor merasa aman dan percaya diri dalam berbisnis. Aturan yang tidak jelas dan sering berubah dapat merusak investasi, yang pada akhirnya merugikan penciptaan lapangan kerja (Kebebasan Positif).
  • Sederhanakan Sistem: Makin banyak lapisan tarif, aturan, dan birokrasi, sistem pajak menjadi makin rumit. Kerumitan ini mengurangi kebebasan warga untuk mengatur keuangan mereka secara mandiri dan transparan. Penyederhanaan sistem pajak dan peningkatan transparansi adalah kunci untuk menyeimbangkan peran negara dan kebebasan individu.

3. Dari Perspektif Machan: Mengubah Pajak dari Paksaan menjadi Gotong Royong

Tibor Machan, dari kubu Libertarian, menolak pajak sebagai paksaan. Meskipun menolak pajak secara total tidak realistis di Indonesia yang sangat membutuhkan APBN, solusi Machanian dapat diadaptasi untuk meminimalkan persepsi paksaan dan membangun kesadaran kolektif:

  • Kurangi Pemborosan Belanja Negara: Jika rakyat tidak menyukai pajak, solusinya adalah negara harus efisien . Dengan mengurangi pemborosan dan korupsi, rakyat tidak akan merasa "dipaksa" membayar untuk hal yang tidak bermanfaat atau salah urus.
  • Tingkatkan Pajak Berbasis Sukarela: Dorong sistem perpajakan yang mengintegrasikan semangat gotong royong dan donasi . Misalnya, memberikan insentif dan kepastian hukum yang kuat untuk Zakat, CSR (Corporate Social Responsibility), dan donasi lain agar dapat diakui sebagai pengurang atau kredit pajak.

Tujuannya: mengubah stigma "pajak adalah paksaan" menjadi "pajak adalah gotong royong".

Kesimpulan Strategis untuk Masa Depan

Merangkum dari ketiga pandangan filosofi, agenda reformasi pajak ke depan harus dibagi menjadi tiga horizon waktu:

Horizon Waktu

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun