Mohon tunggu...
Ogie Urvil
Ogie Urvil Mohon Tunggu... Wiraswasta - CreativePreneur, Lecturer

Orang biasa yang banyak keponya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Argumen Agresif Kebencian..

20 November 2015   20:59 Diperbarui: 20 November 2015   21:20 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semenjak populernya medsos, memang rasa2nya jadi banyak “hakim” jadi2an.. Men-judge sana sini, menilai atas dasar pertimbangan dan sudut pandangnya sendiri.. Ujung2nya jadi debat kusir nggak berujung.. Kalau pun berujung, tidak jarang jadi berujung retaknya hubungan.. Dulu, dosen pembimbing tesis saya pernah berujar: kalo ada orang bicara tanpa data dan referensi, pada akhirnya selalu akan jadi debat kusir..

Menurut Littlejohn (2008) dalam “Theories of Human Communication”, individu memang menjadi “pemain kunci” dalam kehidupan sosial.. Sejatinya, individu adalah seorang komunikator yang membawa karakteristik atau ciri kepribadiannya ke dalam cara2nya berkomunikasi.. Dan namanya hidup bermasyarakat, ya pasti ada lah ketemu yang namanya perbedaan antar individu..

Ada teori komunikasi yang cukup dekat untuk bisa menjelaskan “perbedaan berujung hujat2an” di medsos.. Namanya teori Argumentativeness yang dilayangkan oleh Dominic Infante dan kawan2nya.. Menurut Infante, memang individu itu punya kecenderungan untuk ingin terlibat dalam obrolan dengan topik yang kontroversial.. Tujuannya: untuk mensupport sudut pandangnya sendiri, dan menyangkal keyakinan / paham yang berbeda..

Infante dalam konsepnya juga menyatakan: kalau sebenarnya, sifat argumentatif individu itu bisa meningkatkan pembelajaran, membantu seseorang melihat dari sudut pandang yang lain, meningkatkan kredibilitas, dan mengembangkan kemampuan komunikasi.. Yah bisa banyak diliat sih contohnya, orang2 yang bisa membangun argumen dengan cantik, biasanya skill komunikasinya juga oke..

Cuman yang jadi masalah, nggak semua orang bisa mengakomodir perbedaan argumen dengan baik.. Infante sendiri membagi dua “cluster” untuk teori argumentativeness ini: yakni yang positif (baik), dan yang negatif: agresif secara verbal / memuat permusuhan..Dan individu2 dengan argumentativeness negatif adalah selalu mereka yang nggak bisa membuat solusi untuk menyikapi perbedaaan.. Akhirnya jadi bersifat agresif / menyerang, menghujat, dan lain sebagainya, bahkan untuk hal2 yang sebetulnya sama sekali nggak penting untuk diperdebatkan.. Bisa lihat sendiri, nggak jarang perdebatan2 di medsos adalah perdebatan yang remeh dan nggak konstruktif..

Solusi dari Infante: pahamilah cara2 untuk “how to argue properly”, sehingga argumennya jadi punya sifat aksi “penyeimbang”, dan bukan malah aksi “pembencian”.. Solusi dari Infante sih sebetulnya sudah ada di Al Qur’an dari dulu.. Di Q.S An-Nahl ayat 125, yang menyuruh kita untuk menyeru manusia dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.. Ya gitu deh, kalau Al Qur’an nggak benar2 dipahami.. Meme2 berbau SARA dan argumen beraoma menyerang, menjelek2an serta kebencian malah banyak sekali bermunculan.. Apakah Alloh seneng dengan yang begitu ?? I don’t think so…

Sadar nggak sadar, cara2 kita berkomunikasi memang dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian kita, dan secara nggak langsung bisa juga menunjukkan siapa kita.. Pak Littlejohn salah seorang pakar komunikasi yang saya tulis di awal postingan pun menuliskan dalam bukunya: “Indeed, your identity depends just as much on what you share with others..”

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun