Mohon tunggu...
Yoseph Riang
Yoseph Riang Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Pascasarjana UAJY

Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Pascasarjana UAJY

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Menyelamatkan NTT dari Masalah Korupsi

21 Mei 2019   13:25 Diperbarui: 21 Mei 2019   13:33 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Korupsi telah menjadi bencana besar bagi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dari waktu ke waktu. Tampak bahwa setelah adanya otonomi daerah, para Pejabat Pemerintah Daerah, para Wakil Rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD), Pimpinan Proyek, Camat, Kepala Desa, bahkan hingga Kepala Sekolah dan Guru, tak canggung-canggung untuk menggunakan jabatannya sebagai lahan subur untuk melakukan praktek korupsi. Filosofi otonomi daerah yang mulanya berorientasi untuk mendekatkan pelayanan publik dengan cara pemberian otonomi serta keluasan bagi daerah-daerah untuk bisa mengatur dirinya termasuk dalam hal finansial, akhirnya masih menjadi wacana karena yang terjadi di NTT adalah bahwa, pengalihan kekuasaan kepada daerah-daerah justru lebih menjadi peluang besar bagi banyak pihak untuk menjalankan aksi korupsi. Bahwasanya, kebijakan otonomi daerah akhirnya terkesan hanya menjadi sarana untuk memindahkan praktek korupsi dari pusat ke daerah. Otonomi daerah bukan sebagai kesempatan untuk menyejahterakan rakyat, tetapi lebih sebagai arena baru untuk perampokan uang negara yang berakibat pada pemiskinan yang lebih kejam kepada rakyat. Ia lalu menjadi panggung bagi para koruptor untuk menunjukkan aksi mereka dalam mencuri uang rakyat.

Berdasarkan data, selama tahun 2018, Pengadilan Negeri Kupang menerima sebanyak 31 kasus tindak pidana korupsi dari berbagai Kejaksaan Negeri yang ada di Propinsi NTT. Jumlah uang negara yang dirugikan juga mencapai miliaran rupiah.

Modus yang biasa dipakai dalam praktek korupsi di NTT yakni penyelewengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta Dana Alokasi Umum (DAU). Hal ini dilakukan dengan cara penggelembungan dana dalam pengadaan barang dan jasa serta pembuatan proyek-proyek fiktif di banyak sektor. Konsekuensi, gurita korupsi akhirnya terus menjulur hingga ke pelosok-pelosok terpencil bahkan dibiarkan hingga membunuh nasib hidup begitu banyak masyarakat NTT. Tidak heran jika slogan bonum commune dan demokrasi lalu hanya menjadi cerita usang yang cukup  sulit digapai di NTT. Pembangunan di banyak sektor menjadi terhambat. Masyarakat NTT yang masih miskin semakin dipermiskin. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Perwakilan Provinsi NTT, jumlah penduduk miskin di NTT pada Bulan Maret 2018 sebanyak 1.142.170 orang. Jumlah ini dinilai masih sangat tinggi.

Korupsi membuat masyarakat menjadi tidak merdeka secara riil. Terkesan, bendera merah putih yang dimiliki bangsa Indonesia, belum sepenuhnya berkibar di NTT karena masih memikul nasib begitu banyak masyarakat NTT yang belum merdeka hidupnya.

Tragedi dan litani penderitaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) prakemerdekaan, terulang kembali di NTT. Tidak heran pula apabila nama NTT tidak hanya dipelesetkan menjadi "Nasib Tidak Tentu, Nelpon Tuhan Terus, Nanti Tuhan Tolong", tapi diperparah lagi menjadi  "Nusa Tempat Tangisan".

Dari data tentang maraknya praktek korupsi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, NTT tercatat dengan angka yang cukup buruk. Penyelesaiannya juga kerap menyisakan banyak tanda tanya. Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) dalam konferensi pers bertemakan: "Selamatkan NTT dari Kelaparan dan Korupsi: Ironi Daerah Miskin Namun Tingkat Korupsinya Tinggi", nampak bahwa, fenomena korupsi di NTT sudah mencapai tahap yang memprihatinkan. Di NTT, praktek korupsi terkesan telah menjadi "gaya hidup" baru di kalangan para pejabat, elite politik dan kontraktor. Karena itu, ia telah menjadi pilar "hitam" dalam cakrawala pembangunan di NTT. Maraknya praktek korupsi di banyak sektor diakui sebagai sebab keterpurukan NTT. Karena itu, ICW mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum agar menelaah secara mendalam, dugaan dan praktek korupsi yang kian bertumbuh subur, bahkan hingga menjamur hampir di banyak sektor di NTT.

Secara faktual, maraknya praktek korupsi di NTT akhir-akhir ini, dikarenakan oleh lemahnya etos transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Tampak bahwa dari pemerintah yang satu ke pemerintah yang lain, rakyat kerap hanya dilihat sebagai obyek, bukan sebagai partner yang turut terlibat dalam mengetahui proses pelaksanaan anggaran daerah dalam kancah publik. Masyarakat NTT  jarang bahkan tidak  dilibatkan dalam informasi menyangkut keuangan daerah baik itu melalui media massa, media elektronik dan sebagainya guna mengontrol perkembangan penggunaan anggaran yang ada. Padahal menurut pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008, masyarakat juga berhak untuk mengetahui informasi tentang laporan keuangan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Fenomena ini semakin diperparah ketika sistem pengawasan dari para Aparat Penegak Hukum kura, misalnya; penegakan hukum perkara korupsi hanya sebatas pada tingkatan staf dan belum menyentuh hingga ke pejabat pimpinan.

Agar gurita korupsi ini tidak terus memperparah hingga membunuh nasib hidup begitu banyak masyarakat NTT, maka julurannya yang sudah merambah di banyak sektor, perlu dibasmi. Selain melalui perlunya kesadaran moral para pengelola anggaran, hal urgen yang mesti mendapat perhatian yakni pentingnya pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan anggaran di setiap sektor melalui peningkatan pelayanan informasi keuangan publik bagi masyarakat. Tujuannya, agar dimensi transparansi dan akuntabilitas pengelolahan anggaran dapat tercipta. Selama ini, "Nasib Tidak Tentu" NTT, tidak teratasi secara maksimal karena segala perencanaan serta pelaksanaan keuangan di setiap sektor tidak sesuai dengan prosedur yang transparan. Jika hal ini diperhatikan secara serius, maka usaha pengentasan masalah korupsi di Provinsi NTT dapat mencapai hasilnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun