21 Mei 2019 13:25Diperbarui: 21 Mei 2019 13:332461
Korupsi telah menjadi bencana besar bagi Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dari waktu ke waktu. Tampak bahwa setelah adanya otonomi daerah, para Pejabat Pemerintah Daerah, para Wakil Rakyat yang duduk di Dewan Perwakilan rakyat Daerah (DPRD), Pimpinan Proyek, Camat, Kepala Desa, bahkan hingga Kepala Sekolah dan Guru, tak canggung-canggung untuk menggunakan jabatannya sebagai lahan subur untuk melakukan praktek korupsi. Filosofi otonomi daerah yang mulanya berorientasi untuk mendekatkan pelayanan publik dengan cara pemberian otonomi serta keluasan bagi daerah-daerah untuk bisa mengatur dirinya termasuk dalam hal finansial, akhirnya masih menjadi wacana karena yang terjadi di NTT adalah bahwa, pengalihan kekuasaan kepada daerah-daerah justru lebih menjadi peluang besar bagi banyak pihak untuk menjalankan aksi korupsi. Bahwasanya, kebijakan otonomi daerah akhirnya terkesan hanya menjadi sarana untuk memindahkan praktek korupsi dari pusat ke daerah. Otonomi daerah bukan sebagai kesempatan untuk menyejahterakan rakyat, tetapi lebih sebagai arena baru untuk perampokan uang negara yang berakibat pada pemiskinan yang lebih kejam kepada rakyat. Ia lalu menjadi panggung bagi para koruptor untuk menunjukkan aksi mereka dalam mencuri uang rakyat.
Jixie mencari berita yang dekat dengan preferensi dan pilihan Anda. Kumpulan berita tersebut disajikan sebagai berita pilihan yang lebih sesuai dengan minat Anda.