Mohon tunggu...
Nuzul Mboma
Nuzul Mboma Mohon Tunggu... Peternak - Warna warni kehidupan

Peternak ayam ketawa & penikmat kopi nigeria.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Alunan Suara Terompet

20 Desember 2019   10:28 Diperbarui: 23 Desember 2019   12:23 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
9gambar.blogspot.com

Perkataan dosen itu membuat Aku rasa-rasanya tersinggung karena menyebut institusi yang juga menjadi lingkungan tempat tinggalku. Meskipun Aku bukan tentara. Lambat laun kutekuni buku-buku sejarah demi menjawab rasa penasaran dari seorang dosen. Kadang Aku membeli buku di dekat kampus atau jika tak punya uang sepeser pun Aku menghabiskan waktu senggang di perpustakaan kota dengan aroma khas buku-buku tua. Pelbagai buku berjajar dari berbahasa belanda, buku panduan memasak, barisan buku sejarah atau sastra cetakan ejaan lama. Semua nampak buluk dan beberapa bagian buku termakan rayap.

Suatu hari Aku takjub setiap kali kubaca buku-buku sejarah yang kertasnya mulai menguning terutama terbitan berlogo banteng menanduk di sampul bagian bawah. Selain isi bukunya sesuai kebutuhanku, juga terpampang jelas coretan nama pemilik buku yang semuanya kuketahui memiliki nama yang sama. Dan selalu disertai kode tahun '50, '55, '62 atau '65. Tercetak stempel biru pertanda "Buku ini milik negara" atas sumbangan dari.........

Kutelusuri sebuah nama melalui smartphone. Klik. Pemilik buku itu adalah eks-tentara angkatan darat yang dulunya menduduki jabatan publik era orde baru. Aku melongo, mengapa buku-buku usang berlogo banteng menanduk yang pada akhirnya kuketahui diterbitkan oleh partai raksasa yang terlarang era orba itu justru disumbangkan sebagian besar oleh seorang perwira angkatan darat.

***

Suatu hari Aku menjumpai seorang purnawirawan di lingkungan asrama tempatku bernaung. Rambut pendek seputih kapas, badan masih terlihat bugar sekalipun kulitnya nampak keriput. Bahkan sekali waktu kulihat ia hobi berjalan kecil mengitari lapangan voli kala fajar menyingsing di usianya yang senja. Aku sering menghampiri dan ikut berolahraga seraya mendiskusikan topik apa pun dari perjanjian renville, pertempuran surabaya atau atmosfir politik era orde lama. Kalau-kalau bisa kumintai pandangannya tentang G30S.

Meskipun usiaku terpaut jauh bagaikan langit dan bumi, tidak kutemukan kesulitan dalam memulai percakapan karena kuanggapnya sebagai kakek sendiri dan sebaliknya, ia menganggapku sebagai cucu karena kami masih berlindung di rumah yang sama "asrama tentara". Si kakek adalah mantan prajurit di Komando Distrik Militer. Salah satu cerita yang sering diulang-ulang kalau ia pernah mendapatkan tugas berjaga di areal mattoangin disekitar jalan yang akan dilalui iring-iringan rombongan Presiden Soekarno. Ketika itu sang presiden melawat ke Makassar 7 Januari 1962 guna menyampaikan pidato di gedung mattoangin.

Ia menceritakan peristiwa itu diatas bale-bale yang terlindung pohon pisang tempat kami mengaso selepas olahraga. Katanya dengan antusias, "Pada saat itu ada seorang dari keramaian manusia berjejalan di tepi jalan cendrawasih melempar granat ke arah mobil Presiden yang melintas. Sayangnya meleset tapi granat mengenai mobil lain dan melukai orang-orang disekitarnya. Banyak masyarakat yang berada di tepi jalan terluka akibat peristiwa itu. "

"Kalau mengenai situasi tahun 1965 selepas gerakan satu oktober. Pandangan kakek bagaimana?"

Ia kaget mendengar pertanyaan dariku. Menyerap ingatan yang masih tersisa seakan membawanya ke masa silam yang nahas itu.

"Wah, kamu sekarang katanya kuliah? Jurusan apa?"

"Sastra kek. Jawabku datar"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun