Kabar duka tentang gajah yang diracun atau terjerat perangkap bukan lagi hal asing di media. Padahal, gajah bukan musuh manusia. Mereka hanya berusaha bertahan hidup di tanah yang sebenarnya adalah rumah mereka sejak ribuan tahun lalu.
Harimau: Simbol Keberanian yang Kian Langka
Harimau Sumatra, satu-satunya subspesies harimau yang tersisa di Indonesia, kini jumlahnya diperkirakan hanya ratusan ekor di alam liar.
Ancaman terbesar datang dari dua sisi: hilangnya habitat dan perburuan. Kulit, taring, hingga bagian tubuh harimau masih dianggap barang berharga di pasar gelap. Ironisnya, manusia memburu simbol keberanian itu, sementara keberanian kita sendiri untuk menghentikan perburuan justru sering kalah oleh keuntungan sesaat.
Jika harimau punah, bukan hanya kita kehilangan salah satu satwa paling ikonik dunia. Hilangnya predator puncak seperti harimau juga akan membuat ekosistem hutan tidak seimbang.
Mengapa Kita Harus Peduli?
Pertanyaan yang sering muncul: "Kenapa kita harus repot-repot memikirkan nasib satwa? Bukankah kita sudah cukup pusing dengan masalah manusia?"
Jawabannya sederhana: karena nasib satwa dan manusia saling terhubung.
Hutan yang dijaga oleh satwa-satwa besar adalah sumber air bersih, udara segar, dan iklim yang stabil. Ketika orangutan, gajah, dan harimau hilang, hutan akan lebih cepat rusak. Bila hutan rusak, banjir dan longsor makin sering terjadi, udara makin panas, dan bencana iklim makin nyata.
Dengan kata lain, melindungi satwa liar berarti melindungi masa depan kita sendiri.
Suara yang Tak Bisa Bicara
Ada satu kenyataan pahit: satwa tidak bisa bersuara untuk membela diri. Orangutan tidak bisa menulis petisi. Gajah tidak bisa menyampaikan protes di depan kantor pemerintah. Harimau tidak bisa mengunggah status meminta tolong.