Sudah dipastikan mereka berdua tidak mengenal saya. Tapi, bisa dipastikan saya kenal mereka berdua.
Tadinya ingin sekadar bertestimoni tentang Sri Mulyani yang baru "purna" sebagai menteri keuangan setelah belasan tahun mengabdi sejak era SBY, Jokowi, hingga Prabowo.
Namun, tetiba saja saya teringat Aviliani, seorang ekonom senior yang saya kenal dari ruang diskusi dan temu wicara sejak kuliah.
Kebetulan nama mereka punya rima yang unik: ANI---meskipun keduanya punya nama panggilan yang berbeda. Misalnya saja, Aviliani yang akrab disapa "Avi".Â
Saya mengenal Sri Mulyani bukan lewat ruang diskusi, melainkan lewat layar berita dan kebijakan. Sesekali pernah ketemu, ngobrol dan foto bareng selayaknya penggemar bertemu idolanya.
Beliau adalah sosok Menteri Keuangan yang sederhana, tampil rendah hati, jujur, tapi juga penuh kecerdasan dalam mengelola urusan "dapur" republik ini.
Masih terpatri diingatan, ketika awal menjabat sebagai Menkeu di era 2000-an, ia berani melawan mafia pajak dan melakukan reformasi birokrasi.
Langkah-langkah proaktif seperti forensic centric assessment dan menginstruksikan pemeriksaan kekayaan pegawai untuk memitigasi risiko korupsi serta membangun sistem keuangan negara yang sehat dipilihnya tanpa ragu dan pandang bulu.
Sesuatu yang tidak mudah di tengah resistensi besar.
Tentu, langkah-langkahnya tidak selalu populer. Banyak yang mengkritiknya karena dianggap segala hal dipajaki negara seperti narasi baru-baru ini. Dan, mungkin saja kita pernah dibuat jengkel karena kebijakannya.
Tapi, saya melihat konsistensinya saat menjaga negara agar tetap bisa bertahan di situasi yang rumit. Bahkan, dunia pun mengakui kiprahnya ketika ia dianugerahi sebagai Menteri Keuangan terbaik Asia Pasifik tahun 2019 oleh majalah FinanceAsia.
Sedangkan, Aviliani yang saya kenal adalah seorang ekonom, pengajar dan peneliti yang sudah lama malang melintang di dunia ekonomi dan perbankan terutama sebagai ekonom senior di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Dia menginspirasi saya lewat konsistensinya dalam menyoroti suara kelas menengah yang makin terhimpit, UMKM yang sering terlupakan, hingga kebijakan yang kadang hanya menguntungkan segelintir orang.
Darinya saya belajar bahwa ekonomi bukan cuma hitungan angka atau statistik, tapi juga tentang keadilan sosial.
Bagi saya, keduanya adalah dua wajah ekonomi Indonesia yang saling melengkapi. Sri Mulyani yang tegas dan cerdas. Aviliani yang tajam dan lugas.
Semoga Indonesia bisa terus melahirkan orang-orang seperti mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI