Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Pencari Sihir

14 September 2018   21:39 Diperbarui: 15 September 2018   04:26 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: iyakan.com

Sebulan lebih saya tergolek di tempat tidur. Apa-apa  yang masuk ke mulut terasa pahit. Lidah saya pecah-pecah.  Ketika hangat tak kepalang  panasnya diiringi sakit kepala seakan dikeping. Apabila dingin, serasa bertimbun dengan es balok. Ibu telah minta bantuan beberapa dukun, tapi penyakit tak kunjung bertemu obatnya. Sanak keluarga memboyong saya ke  rumah sakit. Dokter memvonis saya diserang tifus, dan menyarankan supaya diopname.

"Kira-kira penyebabnya apa, Pak Dokter" tanya ibu.

"Macam-macam. Kadang kecapean."

Otak kecil saya bergumam, "Mungkin efek jalan kaki terlalu jauh."

Singkat cerita, tiga minggu kemudian saya dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Tapi tubuh saya masih lemas, kurus, tinggal kulit pembalut tulang. Rambut saya rontok.   

Hal pertama yang saya cari tahu adalah kondisi Kepala Dusun. Ternyata dia sekeluarga sehat wal afiat, tak kurang suatu apa pun.

Sedangkan petugas pemungut  komite sepeda (pajak sepeda) yang menyeret ayah saya ke balik jeruji besi karena protes dan menolak membayarnya, belum saya ketahui  keberadaannya. Menurut abang sepupu saya, selama saya sakit hanya sekali mereka  nongkrong di di tempat biasanya. Yaitu, di pojok pasar pada setiap hari pekan.  Mungkin sejak saat itu pula program produk pemerintah kolonial  tersebut berakhir. Bertepatan dengan penutupan tahun 1977.

***

Catatan  Kaki:  [1] 1 suku = 6,7 gram.  [2] setingkat Kepala Desa

Simpang Empat Danau Kerinci, 14092018

Nenek 4R

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun