Kawan, percayalah, sekali Anda tergugah berbuka, Anda akan lahap menyantap makanan yang lain. Sama seperti lahapnya Anda menulis. Hingga akhirnya Anda akan ternganga dan berkata,"Kok bisa ya saya menulis setebal ini?"
Andrea Hirata, yang menulis Laskar Pelangi setebal 600 halaman, dalam pengakuannya di beberapa artikel wawancaranya mengakui mengalami fenomena ini.
Hanya saja, untuk idealnya, sebelum Anda tergila-gila menulis nanti, rasa "lapar" menulis harus tercipta dahulu baik dengan membaca atau mengalami peristiwa. Gola Gong melaparkan dirinya dengan berjalan keliling Asia dengan sepeda. Pesan seorang William Maugham, yang terjemahan bebasnya: "Jika tidak ingin membaca seorang penulis harus melakukan petualangan untuk melahirkan tulisan." Mari kita ambil saja makna terluasnya, pengalaman di sini adalah pengalaman batin maupun pengalaman fisik.
Nah, jika sudah "lapar" selama "berpuasa" maka berbukalah!
Langkah 4: Menentukan Judul
Kawan, buatlah judul yang membuat penasaran, eye-catching. Awali tulisan kita dengan ledakan (bang), mengutip Ismail Marahimin dalam Menulis Secara Populer.
Ada prinsip kuno, dengan majas ironi, dalam jurnalisme: Good news is bad news, but bad news is good news. Contoh klasiknya adalah berita yang luar biasa bukanlah anjing menggigit orang tapi orang yang menggigit anjing. Barangkali terkesan ngawur. Namun dalam konteks menarik perhatian pembaca, pendekatan tersebut bisa kita pakai. Misalnya dalam pemilihan judul. Seperti manusia, penampilan luar adalah hal penting. Dalam konteks ini, maaf, kata mutiara don't judge the book by its cover menjadi kurang relevan.
Surat kabar nasional sejenis Poskota atau Rakyat Merdeka biasa memampang judul yang provokatif seperti: "JANDA DIPERKOSA, RAIB 300 JUTA". Meskipun kadang informasi tersebut hanya dibahas sekilas. Tapi intinya tonjolkan kelebihan dan tutupi kekurangan dalam tulisan kita. Ini sah-sah saja dalam dunia penulisan yang bisa dibilang sudah menjelma menjadi sebuah industri, yang karib dengan pranata pemasaran (marketing) yang canggih.
Dalil tentang pemilihan judul yang menarik atau eye-catching juga relevan di dunia maya atau media sosial di Internet. Bayangkan, di antara banyak postingan atau berita, kita cenderung hanya memilih yang menarik perhatian. Contoh, sebuah tulisan mengenai kisah pengorbanan induk monyet untuk mempertahankan anaknya yang diberi judul "MENCINTAI SESAMA MAKHLUK TUHAN" tentu baik, tergantung untuk segmen konsumen siapa, tapi tidak menggairahkan, kurang sexy. Lebih menarik bila judul tersebut dikemas menjadi "MARI BELAJAR DARI MONYET", "NALURI KEIBUAN SEEKOR KERA " atau "BALADA KERA" atau judul-judul yang eye-catching lainnya.
Perlu diingat juga prinsip marketing yang kerap dikutip Zig Ziglar, salesman mobil terlaris dalam sejarah Amerika Serikat, bahwa "orang membeli karena didorong emosi". Coba pelajari emosi dasar apa saja yang memancing naluri pembaca untuk membaca? Judul yang memancing naluri seksual, SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) atau kebutuhan perut tentu lebih mengundang perhatian ketimbang seputar pemikiran ilmiah atau berat (kecuali pembaca kita adalah ilmuwan, lain soalnya).
Sesuai Teori Hierarki Maslow bahwa kebutuhan akan hal-hal tersebut adalah basic needs yang merupakan dasar piramida dalam survival hierarchy, sementara kebutuhan akan prestasi atau ekspresi diri adalah bagian puncak piramida yang hanya akan dicapai bila perut sudah kenyang atau kebutuhan lain akan keamanan terpenuhi.