Masyarakat di Desa Wisata Penglipuran, Bali, melakukan berbagai kegiatan ekonomi kreatif yang menjadi sumber penghasilan sekaligus pelestarian budaya dan lingkungan. Beberapa kegiatan ekonomi kreatif yang dilakukan ialah: a). Dengan menjual lukisan dan kain khas Bali yang mencerminkan kekayaan seni dan budaya lokal, b). Membuat dan menjual kerajinan tangan, khususnya anyaman bambu yang menjadi produk unggulan desa, seperti besek (tempat makanan) dan dinding anyaman bambu (bedeg), c). Warga sekitar mengelola produk kuliner khas desa, termasuk makanan dan minuman tradisional seperti Loloh Cemcem yang menjadi minuman khas yang ditawarkan kepada wisatawan, d). Membuka usaha warung makan dan homestay yang melayani wisatawan, sehingga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, e). Selanjutnya, mengelola destinasi wisata berbasis budaya dan alam, seperti pengembangan hutan bambu yang juga dilengkapi dengan caf bambu dan pasar tradisional berkonsep lingkungan, yang memberikan manfaat ekonomi langsung kepada pemilik lahan dan masyarakat sekitar. f). Dan yang terakhir yakni, melibatkan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) dan kelompok perempuan (Dharma Wanita) dalam pengelolaan dan penyelenggaraan event budaya dan pariwisata, yang memperkuat pemberdayaan masyarakat secara menyeluruh.
Kegiatan-kegiatan ini tidak hanya meningkatkan pendapatan masyarakat, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan tradisi budaya desa, menjadikan Desa Penglipuran sebagai contoh sukses ekonomi kreatif berbasis komunitas yang berkelanjutan.
Desa Wisata Penglipuran menjaga keberlanjutan lingkungan dengan berlandaskan filosofi Tri Hita Karana yang menekankan keharmonisan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Beberapa upaya konkret yang dilakukan yakni dengan melibatkan seluruh warga dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan melalui program seperti We Care Penglipuran yang mengajak wisatawan dan masyarakat peduli terhadap kebersihan desa. Lalu, menerapkan pengelolaan sampah yang baik dengan pemisahan sampah organik dan non-organik, serta melakukan daur ulang dan pengomposan untuk mengurangi limbah. Mereka juga melestarikan hutan bambu seluas 4 hektar yang berfungsi sebagai penyangga tanah, agar mencegah longsor dan banjir, serta menjaga ekosistem alam desa.
Mengurangi penggunaan plastik dengan mengganti kantong plastik dengan paperbag dan mengedukasi masyarakat agar mengubah kebiasaan konsumsi yang instan. Mereka mengadopsi konsep Tri Mandala dalam tata ruang desa yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan spiritual untuk menjaga keseimbangan dan kebersihan lingkungan. Lalu yang terakhir, memanfaatkan energi terbarukan dan menerapkan praktik pertanian organik untuk menjaga kualitas tanah dan air serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak seperti PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) juga memperkuat upaya pelestarian lingkungan di desa ini. Komitmen masyarakat yang tinggi dalam menjaga lingkungan dan budaya membuat Desa Penglipuran menjadi contoh desa wisata berkelanjutan yang mendapat pengakuan internasional.
Peran pemerintah dalam pengembangan ekonomi kreatif di Desa Wisata Penglipuran juga sangat amat penting dan multifaset, hal tersebut melibatkan berbagai bentuk dukungan dan fasilitasi sebagai berikut; Pemerintah daerah Kabupaten Bangli melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata mengesahkan pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Penglipuran pada tahun 2012. Organisasi ini beranggotakan masyarakat lokal yang bertugas mengelola, merencanakan, dan mengatur pengembangan desa wisata secara partisipatif. Pemerintah juga mendorong keterlibatan aktif masyarakat dalam seluruh tahapan pengelolaan desa wisata, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Sehingga manfaat ekonomi langsung dapat dirasakan oleh Masyarakat.
Lalu, Pemerintah Kabupaten Bangli memberikan dukungan berupa anggaran, pelatihan, dan fasilitas pendukung untuk pengembangan desa wisata. Meskipun partisipasi pemerintah masih terbatas oleh anggaran dan fasilitas, dukungan ini tetap menjadi pendorong utama pengembangan ekonomi kreatif di Penglipuran. Pemerintah pun berperan dalam menjembatani kolaborasi antara desa adat, pelaku usaha, BUMN, dan swasta, seperti kerja sama dengan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) dan Bank Indonesia untuk pengembangan fasilitas wisata dan pendanaan event budaya seperti Penglipuran Village Festival. Tak hanya itu, Pemerintah juga membantu pengembangan destinasi wisata yang mengedepankan pelestarian budaya dan lingkungan, termasuk pengelolaan hutan bambu, pasar tradisional, dan festival budaya yang menjadi daya tarik wisatawan sekaligus mendorong ekonomi kreatif masyarakat. Pemerintah memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengawasi kemajuan pariwisata di Penglipuran, termasuk pengelolaan dampak sosial, budaya, dan lingkungan agar pengembangan desa wisata berjalan berkelanjutan dan bermartabat.
Secara keseluruhan, peran pemerintah di Desa Wisata Penglipuran adalah sebagai fasilitator, regulator, dan mitra kolaborasi yang memberdayakan masyarakat lokal dalam mengembangkan ekonomi kreatif berbasis budaya dan lingkungan, sehingga memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pelestarian desa.
Meskipun memberikan dampak ekonomi yang signifikan, Penglipuran tetap menghadapi tantangan seperti ketergantungan pada sektor pariwisata dan fluktuasi kunjungan wisatawan, terutama saat pandemi. Oleh karena itu, inovasi, diversifikasi produk kreatif, dan penguatan tata kelola menjadi kunci keberlanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI