Aku mendecih kesal dan menjauhkan ponsel dari hadapanku. Saatnya tidur, aku tidak bisa terus membiarkan diriku dibodohi oleh benda pipih ini.
Besoknya aku menjalani rutinitasku seperti biasa namun ditambah dengan bumbu menggerutu sana-sini. Bagaimana aku tidak uring-uringan jika bawahanku bekerja seperti anak magang.
"berhentilah menggerutu dan bantu mereka. Sikapmu yang seperti ini akan membuat jengkel siapaun yang bekerja sama denganmu. Ucap Dandi menasehatiku. Aku menatap ganas Dandi bersiap menghardiknya. Namun sebelum itu Dandi lebih dahulu memegang bahuku dan berkata
"Sepertinya ada yang harus kita bicarakan. Semakin kulihat kau seperti orang galau . Mari kita minum kopi siang ini"
Siangnya
"Apa yang kau harapkan dari orang yang tak pernah kau temui?" Dandi bersedekap memberikan pendapat setelah aku menceritakan keluh kesahku. Aku hanya bisa menunduk mengaduk kopiku.
"Kau tak tau dimana dia tinggal, bagaimana kehidupannya wujudnya saja kau tidak tau. Lalu, apa yang kau cintai dari perempuan itu? Rohnya?" Dandi berbicara sambil menatapku yang sibuk sendiri dengan kopi
"melihat kau diam seperti ini aku yakin kau membenarkan ucapanku. Kurasa kau hanya terlalu kesepian sehingga kau mencintai sesuatu yang belum pernah kau temui".Â
"Tapi..."
"Keputusan ada di tanganmu" potong Dandi cepat.Â
"Apakah kau akan mengakhiri semua atau melanjutkan omong kosong ini" ucap Dandi lalu meneguk kopi terakhirnya dan pergi meninggalkanku. Aku diam melangsa meresapi perkataanya. Tak dapat dipungkiri perkatan temanku ada benarnya, apa yang kuharapkan dari orang yang tak pernah kutemui. Seelah sibuk bergelut dengan pikiran, aku memaikan ponselku kembali mengirim pesan kepada perempuan itu.