Mohon tunggu...
Nuria Fitri
Nuria Fitri Mohon Tunggu... Mahasiswa

Membaca,Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Benarkah Pemangkasan Anggaran itu Adil untuk Semua

25 Juni 2025   16:35 Diperbarui: 25 Juni 2025   18:20 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benarkah Pemangkasan Anggaran Itu Adil untuk Semua?

Di awal 2025, publik Indonesia dihebohkan oleh tagar #IndonesiaGelap yang viral sebagai bentuk protes atas pemangkasan anggaran besar-besaran oleh pemerintah. Bukan tanpa alasan dana transfer ke daerah, termasuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), dipotong puluhan triliun rupiah. Data dari DDTCNews mencatat, DAU turun sebesar Rp 15,67 triliun dan DAK fisik menyusut Rp 18,3 triliun.
Menurut Agus Puji Santoso, pakar kebijakan publik dari UGM, "Pemangkasan harus dilakukan secara selektif... agar tidak mengorbankan masa depan anak bangsa." Jika efisiensi anggaran justru mematikan akses dasar seperti pendidikan dan kesehatan, maka keadilan sosial ala Pancasila tinggal janji di atas kertas.

Di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, pemangkasan APBD mencapai Rp 130 miliar pada 2025. Kepala Dinas Pendidikan Sintang, Yustinus, menyatakan bahwa program pengajaran ke daerah pedalaman menjadi terancam karena biaya perjalanan dinas guru tidak lagi tersedia. Ini bukan cuma soal anggaran, tapi soal anak-anak di hulu sungai yang terpaksa belajar tanpa bimbingan, guru honorer yang gajinya tertunda, dan sekolah yang tak mampu membayar listrik. Menurut Irianto & Riani (2023), "perbedaan kondisi daerah menciptakan kesenjangan dan keterlambatan pencairan anggaran mempengaruhi program sekolah." Ketika otonomi daerah tidak dibarengi dengan kekuatan fiskal, maka semangat desentralisasi hanya jadi simbol kosong.

Kebijakan efisiensi anggaran memang dibutuhkan, apalagi dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Namun, efisiensi tidak boleh dilakukan dengan memangkas hak dasar rakyat. Pemerintah pusat dan daerah harus merancang ulang skema penghematan agar pendidikan dan kesehatan tidak menjadi korban tetap. Daerah seperti Sintang memerlukan ruang fiskal agar tetap bisa menjalankan program prioritas, sementara pusat harus hadir sebagai penjamin keadilan antardaerah. Masyarakat pun perlu dilibatkan dalam pengawasan dan advokasi anggaran publik. Karena pada akhirnya, Pancasila tidak cukup sekadar dihafal; ia harus diwujudkan dalam kebijakan yang nyata dirasakan semua lapisan rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun