"Ahh iyaa, namaku Kirani. Panggil Kiran saja ya," jawab perempuan itu yang kini telah ku ketahui bernama Kiran.
Setelah perkenalan singkat itu, mobil masih melaju di jalanan. Sore ini jalanan cukup padat, mungkin karena jam pulang kantor. Orang-orang ingin segera sampai di rumahnya dan beristirahat. Termasuk aku, aku ingin segera sampai di rumah, tetapi tidak tega meninggalkan Kiran sendirian dengan wajahnya yang khawatir.
"Sudah sampai," ucapku membuyarkan lamunannya.
"Ah, iya. Terima kasih Za, mau ikut ke dalam dulu?" Jawabnya berbasa-basi.
"Ah tidak, terima kasih. Aku pamit pulang ya..." Kiran tidak membalas ucapanku, dia hanya tersenyum lalu mengangguk dengan singkat dan langsung pergi begitu saja. Aku memerhatikan dia dari kejauhan, raut wajahnya tak henti menunjukkan kekhawatiran. Entah apa yang ia khawatirkan, tapi semoga urusannya cepat selesai.
Saat ini aku sudah sampai di rumah. Langsung saja aku bergegas untuk membersihkan diri agar badanku kembali segar. Selepas mandi dan sholat magrib, aku mengistirahatkan dulu tubuhku sejenak. Badanku yang lemas kubiarkan untuk terkulai di kasur yang empuk ini. Saat aku mencoba memejamkan mata sejenak, kilasan kejadian tadi tiba-tiba terputar kembali di otakku.
Entah mengapa tiba-tiba wajah Kira memenuhi pikiranku. Sontak saja aku menggelengkan kepala dengan cepat untuk menepis bayangan itu. Namun, tidak bisa. Matanya yang sayu dengan sorotnya yang lembut itu membuat dadaku berdesir. Aku terkekeh, bagaimana bisa jantungku berdebar hanya karena  mengingat pertemuan singkat untuk pertama kalinya dengan perempuan itu?
**
Hari ini cuaca Kota Bandung tak seperti biasanya. Matahari cukup terik memancarkan sinarnya. Karena hari ini juga hari Minggu, aku bersiap untuk pergi Lapangan Gasibu. Rasanya sudah lama aku tidak menggerakan badan untuk olah raga. Pekerjaanku setiap hari hanya duduk di depan layar komputer. Setelah pemanasan, langsung saja aku berlari beberapa putaran memutari Lapangan Gasibu ini. Lumayan, membuatku berkeringat. Sejenak aku beristirahat, aku berjalan ke pinggir lapangan sembari membeli sebotol air mineral.
"Ki-ran?" Sapaku ragu.
"Eh, hai Reza," jawabnya membalas sapaanku.