Mohon tunggu...
Andi Nur Fitri
Andi Nur Fitri Mohon Tunggu... Konsultan - Karyawan swasta

Ibu dua orang anak, bekerja di sekretariat Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia Komisariat Wilayah VI (APEKSI Komwil VI)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama FEATURED

Tentang Surga dan Risma

17 September 2018   02:37 Diperbarui: 27 Juni 2019   12:21 3138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(FOTO: TRIBUNNEWS/DANY PERMANA)

Untuk kesekian kalinya di tahun ini saya berada di kota Surabaya. Tepat tiga hari setelah usia saya genap menapaki angka 39 tahun di 10 september 2018 kemarin. Ketenaran kota ini setelah dua periode dipimpin oleh Tri Rismaharini semakin memikat. 

Surabaya memang menjelma sebagai sebuah kota yang cantik dan bertransformasi menjadi liveable city, sebuah kota yang layak huni bagi penduduknya.

Banyak event berskala internasional dihelat di kota ini beberapa tahun terakhir. Saya pun sudah berkali-kali mendampingi beberapa pemerintah daerah yang ingin belajar  tata kelola kota ke Surabaya. 

Prestasi Risma Triharini sebagai walikota semakin meroket, bukan karena maraknya media sosial menyebarkan berita tentangnya, baik itu ketika ia marah besar kepada pihak swasta yang merusak salah satu taman yang dibangunnya melalui APBD. 

Hentakan keras terhadap aparatnya yang kurang sensitif melayani kebutuhan KTP masyarakat, ataupun ketika ia langsung turun gunung saat dalam hitungan jam ledakan bom berkali-kali menyentak kesadaran masyarakat kota Surabaya, tetapi juga karena prestasinya yang mendaptkan apresiasi dari kalangan internal hingga tingkat dunia.

Atas nama kantor tempat saya bekerja, dalam beberapa kesempatan saya memang sempat mendampingi ibu Risma langsung, baik memoderasi paparan materinya, maupun melobinya untuk menyempatkan diri membagi pengalamannya ke kota-kota di Wilayah Timur Indonesia. 

Suatu saat pada tahun 2014 di kota Kendari, sambil bersantap siang  dengan beberapa walikota, ia bercerita bagaimana usahanya untuk "membongkar" Gang Dolly yang sudah terkenal sebagai tempat (maaf) prostitusi terbesar di Asia Tenggara.  

Awalnya Ibu Risma tampak begitu tenang memulai kisahnya tentang pembongkaran Gang Dolly. Sebagai orang nomor wahid di Surabaya, ia memiliki keinginan kuat untuk membanting kehidupan yang ada dalam Gang Dolly menjadi lebih terhormat. 

Baginya, posisi dan jabatannya sebagai walikota adalah sebuah peluang sekaligus amanah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat secara lahir dan batin. Gang Dolly adalah salah satu sasaran yang harus diperbaiki.  

Pro-kontra terjadi ketika Gang Dolly mulai disentuh oleh Risma. Tapi ia sama sekali tak takut. Ia pun sempat meminta izin kepada suaminya ketika akan mulai masuk meloby penduduk Dolly untuk segera mengakhiri aktifitas mereka dan menawarkan sumber penghidupan yang lain. 

Dok. Pribadi
Dok. Pribadi
"Pak...saya izin, kalau sampai saya sudah tidak kembali lagi ke rumah, karena malam ini saya akan mulai merontokkan kemaksiatan yang selama ini merajalela di Gang Dolly...ini tugas saya. Saya tidak tahan melihat secara langsung anak-anak kecil di sana sudah mulai mengenal kehidupan malam, saya tidak kuatmenyaksikananak-anak umur SD yang sudah paham melakukan perbuatan tidak senonoh...ini dosa saya jika tidak bertindak " sahutnya secara tegas kepada sang suami. 

Segera setelah izin sang suami keluar, ia pun bergerilya keluar masuk Gang Dolly. Sambil menyeka air matanya, ia tetap melanjutkan ceritanya di meja bundar yang dikelilingi oleh beberapa pejabat daerah dan saya yang tepat berada di sampingnya.  

Berhari-hari melakukan pembongkaran di Gang Dolly, perlawanan sengit pun turut menyala. Hingga di suatu siang, Ibu Risma kembali akan masuk ke Gang tersebut, tetapi ada informasi dari pihak keamanan bahwa usahanya akan dihadang oleh sekelompok masyarakat yang membawa senjata tajam akan menyerangnya. 

Sebagai manusia biasa, ia mengkhawatirkan keadaan aparat yang senantiasa mendampinginya. Ia berinisiatif untuk berhenti di sebuah masjid tepat sebelum kawasan Gang Dolly berada, karena kawanan pemberontak yang mendukung kehidupan Dolly juga sudah siap siaga menyerang. Mereka pun masuk ke dalam masjid tersebut, sementara kendaraan pemerintah kota yang mengiringi tetap terparkir di halaman masjid. 

Tetapi apa lacur, kelompok pendukung Dolly tak seorang pun yang melihat keberadaan kendaraan-kendaraan yang terpakir dalam halaman masjid dan hanya berputar-putar di jalanan diluar masjid tersebut. 

Sementara Ibu Risma dan rombongannya melihat keluar dari dalam masjid. "Sungguh keanehan luar biasa terjadi, karena tak ada satu pun mobil dinas yang hancur, bahkan mobil pribadi saya tak tersentuh sedikit pun"' sambungnya. K

ami pun yang duduk di meja itu turut takjub. Terlihat jelas dari peristiwa ini perpaduan kerja keras dari seorang pemimpin untuk membuktikan kata-katanya dan proteksi keajaiban dari sang Pemilik Kehidupan berpaut. 

Seorang walikota menimpali cerita Ibu Risma dengan kalimat bahwa apa yang dilakukannya jauh lebih besar dan heroik ketimbang apa yang pernah dilakukan oleh beberapa pejabat daerah lain yang dianggap spektakuler dan menjadi headine media-media nasional. 

Dengan enteng Ibu Risma menjawab "saya memang bekerja untuk Tuhan dan SurgaNya pak...bukan untuk yang lain". Kepalaku pun serta merta manggut-manggut pertanda menyepakatinya.

Bukan Ibu Risma jika prestasinya biasa-biasa saja. Suatu malam lepas beberapa pekan idul fitri tahun 1439 H, saya kembali berkesempatan untuk melakukan dinas di kota Pahlawan ini. 

Dalam mobil yang menjemput menuju hotel tempat menginap, malam itu saya memperhatikan Surabaya semakin tampak bercahaya, karena tambahan lampu warna-warni yang menghiasi jalan-jalan dan taman-taman. 

Pandanganku terjatuh pada beberapa meter puing-puing bangunan yang hancur di bahu jalan, sontak saya bertanya kepada supir hal-ihwal bangunan tersebut. Dalam aksen bahasa Jawa yang sangat kental, Pak Edy sang supir menjelaskan bahwa bangunan itu adalah bekas pos polisi dan beberapa lapak kaki lima yang dirobohkan oleh Ibu Walikota untuk pelebaran jalan. 

"Tapi kenapa tidak ada berita perkelahian satpol PP dan pedagang kaki lima yang terdengar pak? apakah tidak ada yang menuntut?, sambungku penuh selidik. Pak edy lalu menjawab..."Ya gak ada bu, wong mereka percaya bahwa Ibu Walikota pasti sudah memberikan tempat yang lebih layak dan akan menpeati janjinya secepat mungkin agar jalanan tidak macet, kan itu sangat membantu banyak orang." 

Benakku kembali melayang ke beberapa daerah yang saban kali ada penggusuran, pasti ada perkelahian antar aparat dan korban tergusur.

Setiap kali menyambangi kota Surabaya, saya berusaha melakukan advokasi kepada siapa saja yang saya ajak mengobrol. Otakku yang penuh selidik tak pernah puas dengan jawaban yang saya pikir belum matang. 

Kali ini dengan beberapa orang supir taksi online yang saya pikir mewakili masyarakat pada umumnya, penerima manfaat dari kerja-kerja pemerintah, rata-rata mereka memberikan jawaban yang serupa. 

Surabaya berubah menjadi sejuk karena tanaman yang rimbun ditanam oleh Ibu Risma. Siola, Mall Pelayanan Publik yang tersedia 24 jam juga adalah usaha keras dari ibu Risma. Bahkan seorang teman saya yang bertugas sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan kota tersebut, tak pernah menyebut dirinya sebagai  Kepala Dinas, ia lebih senang dipanggil cleaning service kota.

Ya, bahwa Risma selaku walikota memiliki dedikasi yang sangat tinggi kepada masyarakatnya dan berhasil menggulingkan ego-ego pejabat daerah menjadi pelayan masyarakat sesungguhnya. 

Ia bekerja untuk Surabaya menggunakan hatinya. Ia bagaikan ibu yang empunya titah sangat  ampuh untuk kebaikan. Apa yang dikatakannya niscaya terwujud, berbagai inovasinya mengangkat Surabaya seprinsip dengan cara kerja Steve Jobs bahwa innovation is not merely about having a great idea but also about executing that idea brilliantly (Daniel Smith,2016).   

Bahkan ada seorang supir yang enggan menerima kenyataan jika regulasi hanya menempatkan seseorang untuk memimpin dalam dua periode, hanya 10 tahun, setelah itu harus diganti, tak peduli sudah ada yang layak atau belum. 

Dari sekelumit perjalanan di kota tersebut, saya semakin meyakini bahwa pemimpin yang lekat di hati masyarakat, adalah orang yang tak kenal lelah mengabdi, jauh dari pencitraan.

Dalam hati saya selalu kagum pada perempuan kuat dan mandiri, yang mewujudkan cita-citanya dan bermanfaat bagi banyak orang. Masih dalam pesawat yang membawaku kembali ke Makassar, pikiranku bergeliat, mungkin Tuhan akan malu jika tidak mengganjar Risma dengan surga, setidaknya untuk semua pencapaiannya selama ini...(tulisan ini juga dimuat di arung.co.id)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun