Mohon tunggu...
Nur Puji Astiwi
Nur Puji Astiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - 🦋

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Hujan yang Berbeda

21 Januari 2022   12:43 Diperbarui: 21 Januari 2022   12:55 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku yang baru saja terlelap tidur dengan ponsel masih ditangannya, tiba-tiba ponsel berbunyi ada panggilan masuk aku pun terbangun. Sampai di hari wisudaku Ben pun belum juga datang atau pun memberi kabar kepadaku. 

Hari itu dimana aku diwisuda tanpa kehadiran Ben, momen yang sudahku tunggu selama satu tahun semenjak Ben memutuskan pergi ke Bandung. 

Sudah dipertengahan acara tidak ada tanda-tanda kedatangan Ben. Aku memandang ke segala sudut gedung wisuda, namun tidak ada sosok Ben disana. Sampai Wisudaku telah selesai, Ben benar-benar tidak datang. 

Aku terus bertanya-tanya ada apa dengan Ben, dalam angan-anganku hari ini akan menjadi hari yang sangat bahagia karena selama 4 tahun perjuangan akhirnya di wisuda dan sekaligus bertemu dengan Ben yang sudah tidak bertemu selama satu tahun. Dalam hatiku “Apa maksut semua ini Ben, kamu tidak menepati janjimu. 

Aku kira hari ini akan menjadi hari bahagiaku, sama halnya saat aku datang di wisuda mu, aku kira kamu sungguh-sungguh akan datang ke wisuda ku, menyaksikan aku di wisuda, lalu kita berangkat ke Bandung bersama-sama dan menikmati keseruan diperjalanan seperti yang kamu janjikan kemarin.” 

Entah apa yang membuatku seperti ini aku selalu berpikir Ben tetap menjadi seseorang yang baik di kehidupanku, hingga malam hari dengan sinar bulannya yang tampak pada jendela kamarku. Yang kemudian aku menghampiri jendela itu, menatap kebawah teringat hal yang biasa dilakukan oleh Ben ketika tiba-tiba ada suara motor di depan rumah tampak Ben sudah melambaikan tangan dari bawah kearah dimana aku berdiri tepat di depan jendela. Dan keesokan harinya dengan cuaca pagi hari yang cerah, tapi tidak denganku. 

Raut wajahku tidak bisa secerah biasanya, hatiku bergemuruh, pikiranku tak menentu, dan kebimbanganku antara menunggu Ben di Jogja atau pulang ke rumah orang tuaku di Jakarta. Ponsel Ben masih tidak aktif, kemudian aku memutuskan untuk ikut orangtuaku ke Jakarta. Berganti hari, Aku telah tiba di Jakarta. Kedua orangtuaku kembali ke aktivitasnya untuk bekerja sementara aku tetap berada di rumah berdiam diri.

“Kamu bisa melewatinya Ran.” Kata Gia. “Aku melewati perjalanan yang panjang, seperti ada tanda tanya besar di hadapanku.” Jawabku. “Tapi lihat, kamu sudah mendapatkan jawabannya.” Ucap Gia lagi. 

“Aku mendapatkan tiga hujan yang berbeda, saat pertama mengenal Ben hujan sangat mendamaikan, tetapi hujan kembali datang cukup deras saat Ben memutuskan pergi ke Bandung, dan saat ini kamu melihatnya sendiri Gi seperti hujan badai.” Kataku. “Saat itu, kamu tidak mencoba menemuinya di kedai kopi Bandung?” tanya Gia. 

“Aku kesana Gi, beberapa bulan kemudian setelah aku di Jakarta. Yang awalnya aku sudah tidak ingin lagi mencari tahu tentang Ben, saat aku tiba kedai kopi itu sudah dijual ke orang lain dan orang itu tidak tahu keberadaan Ben dimana” jawabku. “Aku tidak habis pikir kenapa Ben memilih untuk menghilang begitu saja. Tapi Rania, kamu perlu tahu semua yang terjadi pasti yang terbaik untukmu, terkadang memang harus melewati duka untuk kemudian menemukan kebahagiaan” Ucap Gia. 

“Aku berhasil menyembuhkan luka itu selama tahun sejak menghilangnya Ben dari hidupku, dan akhirnya aku siap kembali ke kota ini berbincang denganmu dengan keadaan yang sudah tegar, meskipun rasa itu belum bisa aku tolak untuk pergi, aku pun tak mengerti dengan diriku sendiri dimana aku masih merindukannya tapi aku juga membencinya.” Kataku. Gia menepuk pundakku dan berkata “Ikhlaskan dan maafkan Ran, bukan untuk Ben atau pun dia. Tapi untuk dirimu sendiri. Kamu pasti bisa menciptakan kebahagiaanmu sendiri, bukan karena orang lain.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun