Mohon tunggu...
Nuning Sapta Rahayu
Nuning Sapta Rahayu Mohon Tunggu... Guru Pendidikan Khusus/Penulis/Asesor/Narasumber

Guru Pendidikan khusus, Penulis Buku Panduan Guru Pengembangan Komunikasi Autis, aktivis pendidikan dan pecinta literasi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Nyala yang Tersembunyi

10 Juni 2025   12:47 Diperbarui: 17 Juni 2025   20:58 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi godaan setan dan bisikan malaikat (Sumber: freepik/julidzem)

Di palung senyap benak manusia,
ada sunyi yang memanggil dengan suara bising;
suara hasrat menyamar sebagai desir angin,
berbisik lembut di sela doa yang patah.

Ia datang dari gerigi malam,
membawa wajah-wajah teduh namun tajam,
menganyam racun di cawan madu,
membalut bara dalam selimut salju.

Godaan, tak selalu menjelma iblis bertanduk.
Kadang ia mengenakan gaun embun,
mendekat selayak kekasih yang dirindukan,
membelai logika hingga lupa jalan pulang.

Amarah tumbuh dari akar tak terlihat,
dari luka yang disembunyikan di balik senyum,
meledak bagai musim kemarau yang menolak reda,
menjadi badai di samudra dada.

Ego pun berdiri sebagai raja bisu,
menggenggam takhta di kerajaan semu,
menulis takdir dengan tinta keinginan,
lupa bahwa ia hanya tamu dalam tubuh pinjaman.

Berperang pun kita,
dengan pedang retak dan perisai sobek,
melawan diri yang bercermin dalam musuh,
di medan laga bernama jiwa.

Tuhan tak berteriak,
Ia hanya menatap melalui guguran hujan,
melalui detak jam yang mendekat pada batas,
melalui tubuh renta yang lupa nama anaknya.

Dan di titik di mana sunyi jadi gema,
di saat dunia tak lagi memberi tepuk,
barulah kita tertunduk,
menyadari: kita hanya debu yang menuntut pelangi.

Pasrah tak berarti kalah,
melainkan tahu letak tanah tempat kita berpijak,
bahwa cahaya bukan milik mata,
melainkan mereka yang mau menutupnya untuk melihat.

Sebab jiwa yang menang bukan yang tak terluka,
tapi yang tetap mencari cahaya, meski dalam kelam tak bernama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun