Di tengah hiruk-pikuk media sosial, ekspektasi sosial yang menyesakkan, dan tekanan untuk selalu update dan ikut komentar, muncul satu sikap yang justru menyelamatkan banyak orang dari kelelahan mental: 'bodo amat'.Â
Dulu dianggap dingin dan tidak peduli, kini sikap cuek mulai dipahami sebagai bentuk self care paling bijak. Bukan karena kita tak peduli, tetapi karena kita sedang memilih untuk waras.
Dunia yang Terlalu Berisik
Coba hitung berapa kali dalam sehari kita terpapar berita gosip, komentar netizen, drama rumah tangga selebritas, atau konten viral yang mengundang debat tak berujung?
Dunia digital yang semula menjanjikan konektivitas, kini berubah jadi arus deras informasi yang sulit dihentikan. Ironisnya, bukan cuma berita penting yang menyedot perhatian; tetapi juga hal remeh yang menguras energi.
Budaya untuk selalu ikut tahu dan ikut komentar makin kuat. Kita seperti dipaksa untuk peduli pada semua hal, padahal tak semua pantas untuk ditanggapi.Â
Dan ketika kepedulian itu berubah jadi kekepoan akut, kadang kita malah terlihat 'amat bodo'; sibuk urus hidup orang sampai lupa ngurus diri sendiri.
Akibatnya? Overthinking, kelelahan emosional, dan social burnout.
Cuek yang Sehat Bukan Berarti Tak Peduli
Di sinilah pentingnya memahami bahwa "cuek" yang sehat berbeda dengan "masa bodoh" yang egois. Cuek yang sehat adalah kesadaran untuk memilih fokus, memilah apa yang pantas mendapatkan perhatian kita, dan menolak terseret dalam urusan yang bukan milik kita.