Bagaimana dengan mereka yang sudah menikah? Ternyata, tidak sedikit pasangan yang tetap melangkah meski tahu kondisi ekonomi sedang tidak ramah.
Saudara saya Rina dan Dedi, misalnya, menikah dengan bujet sederhana. “Resepsi cuma di rumah, katering masak bareng keluarga. Tapi setelah menikah, kami buat perencanaan keuangan bareng, dari kebutuhan bulanan sampai dana darurat,” ujar Rina.
Kunci mereka: komunikasi, kompromi, dan kolaborasi.
“Bahkan kami pakai Google Spreadsheet buat nyusun anggaran,” sambung Dedi sambil tertawa.
Mereka membuktikan bahwa menikah bukan soal pesta, tapi soal bagaimana dua kepala bisa saling bekerja sama mengelola hidup.
Menikah Itu Butuh Cinta, Tapi Juga Butuh Strategi
Buat kamu yang masih galau, berikut beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan sebelum menikah:
- Finansial bukan harus kaya, tapi stabil. Pahami gaya hidup pasangan dan sepakati gaya hidup setelah menikah.
- Mental siap berbagi ruang, waktu, dan keputusan.
- Komunikasi sehat dan nilai hidup yang sejalan.
- Rencana bersama, bukan cuma soal anak, tapi juga impian dan tantangan ke depan.
Ingat, menikah itu ibarat kerja tim jangka panjang. Bukan siapa yang duluan sampai, tapi siapa yang bisa saling dorong saat salah satu lelah.
Menikah di Tengah Krisis, Yay or Nay?
Menikah saat ekonomi sulit? Jawabannya tergantung. Kalau kamu dan pasangan sudah siap secara mental, emosional, dan fungsional, kenapa tidak? Tapi jika belum, tak ada salahnya menunda sambil memantapkan diri.
Pernikahan bukan perlombaan, dan pernikahan yang terburu-buru justru bisa berujung lebih mahal, baik secara emosi maupun materi.