Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kilas-Balik Trump-Pence: Perpecahan yang Nyaris Berakhir dengan Pembunuhan

20 Februari 2021   21:03 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:14 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat itulah Trump mendapat masukan yang menarik dari orang-orangnya - seperti pengacara Rudy Giuliani dan Sidney Powell, penasehat perdagangan Peter Navarro, dan kepala staf kepresidenan Mark Meadows.

Mereka mengutip pandangan seorang profesor ilmu hukum bernama John Eastman, dari Chapman University. Bahwa seorang wakil presiden berhak menolak surat suara - berdasar sebuah peristiwa yang terjadi 220 tahun lalu, tepatnya tahun 1801, ketika wapres Thomas Jefferson menyatakan sebagian surat suara tidak sah.

Mendapat desakan untuk melakukan hal yang sama, Pence tidak segera mengiyakan. Dia melakukan konsultasi dengan pakar hukum yang lebih senior. Seperti Yoo dari Universitas Berkeley, dan juga mantan jaksa J. Michael Luttig yang sangat dihormati kaum konservatif.

Kesimpulannya jelas. Dia tidak punya wewenang membatalkan hasil pemilu. Apa yang terjadi ratusan tahun yang lalu tentu tidak bisa diterapkan sekarang.

Pence menjelaskan hal itu kepada Trump. Dia tidak bisa melakukan keinginannya. Dan tanggapan yang dia terima lebih menyerupai ancaman. "Kau harus berani Mike. Akan sangat buruk buat negara dan dirimu sendiri jika kau tidak mau."

Pence tidak bergeming. Seperti Wibisana yang akhirnya mengatakan 'tidak' pada nafsu berkuasa Rahwana. Baginya ada batas yang tidak bisa dilanggar. Dia tetap menyatakan akan mematuhi konstitusi dan menerima pengesahan kemenangan Joe Biden di Capitol Hill pada tanggal 6 Januari.


Dan Trump mulai membuktikan ancamannya.

Sebelum subuh tanggal 6 Januari, Trump menulis di akun twitternya. Menyatakan pada pendukungnya, bahwa Pence tinggal mengirimkan surat suara kembali ke negara bagian, dan mereka bisa mendapatkan kemenangan. Dengan kata lain, secara tersirat, dia mengatakan bahwa Pence adalah penyebab kekalahannya.

Dan pagi harinya, Trump memberikan ultimatum terakhirnya pada Pence. "Kau bisa tercatat di sejarah sebagai patriot sejati atau sebagai seorang banci!"

Pence tetap tidak bergeming.

Tiba di Gedung Capitol, menempati posisinya di ruang senat pada jam satu siang, Pence membuat pernyataan. "Berdasar pertimbangan bahwa saya disumpah untuk menjunjung konstitusi, maka hal itu mencegah saya mengambil otoritas untuk menilai surat suara mana yang seharusnya dihitung."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun