Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Rabindranath Tagore dan Tarian Embun di Hujung Daun

12 Oktober 2025   19:56 Diperbarui: 12 Oktober 2025   19:56 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Diolah dari Berbagai Sumber 

Ada saat-saat ketika kehidupan terasa begitu hening, ketika kita menatap daun yang bergetar lembut dihembus angin pagi, dan di ujung daun itu --- setetes embun berkilau seperti mutiara kecil dari surga. Di sanalah, barangkali, Rabindranath Tagore menemukan Tuhan. Bukan dalam kemegahan kuil, bukan dalam lantunan panjang kitab suci, melainkan dalam getar kehidupan yang paling halus --- napas bunga, cahaya mentari, dan nyanyian burung di fajar hari.

Tagore, penyair besar dari India yang menulis Gitanjali pada tahun 1912, seakan mengajarkan kepada dunia bahwa doa sejati tidak selalu perlu kata-kata yang rumit. Kadang cukup dengan diam, dengan rasa syukur yang lembut mengalir dari hati. Ia menulis dengan kesederhanaan seorang anak yang berbicara kepada ayahnya --- penuh cinta, tanpa pretensi, tanpa jarak.

"Let your life lightly dance on the edges of Time like dew on the tip of a leaf," tulis Tagore.
Biarkan hidupmu menari ringan di tepi waktu, seperti embun di ujung daun.

Kalimat itu bukan sekadar keindahan bahasa, melainkan semacam kunci menuju kedamaian. Hidup, kata Tagore, jangan terlalu berat. Jangan terlalu mengikat diri pada rasa takut, ambisi, atau luka masa lalu. Sebab, seperti embun, kehidupan ini sementara. Ia hadir di pagi hari, memantulkan cahaya matahari, lalu lenyap dalam kehangatan siang. Namun, justru karena kefanaan itulah hidup menjadi begitu indah.

 Doa yang Menjadi Nyanyian

Gitanjali--- yang berarti "persembahan lagu" --- adalah kumpulan puisi yang seperti untaian doa yang dinyanyikan. Setiap baitnya adalah langkah menuju Tuhan, bukan melalui logika, tetapi melalui rasa. Dalam setiap puisi, Tagore berbicara dengan Sang Pencipta bukan sebagai penguasa yang menakutkan, tetapi sebagai kekasih yang begitu dekat.

"Thou hast made me endless, such is Thy pleasure. This frail vessel Thou emptiest again and again, and fillest it ever with fresh life."
(Engkau telah menjadikanku tanpa akhir, demikianlah kehendak-Mu. Wadah rapuh ini Kau kosongkan lagi dan lagi, dan Kau isi selalu dengan kehidupan baru)

Tagore mengajarkan bahwa kita semua adalah wadah yang terus diisi oleh Tuhan. Kadang kita merasa kosong, patah, atau kehilangan arah. Namun justru dalam kekosongan itulah Tuhan bekerja, menyiapkan ruang baru dalam diri kita agar kasih-Nya bisa masuk lebih dalam. Ia seolah berkata: jangan takut menjadi rapuh, sebab di sanalah tempat kasih tumbuh.

Cinta sebagai Jalan Spiritualitas

Gaya Tagore begitu lembut, tapi menghunjam. Ia tidak berbicara tentang surga atau neraka, tentang pahala atau dosa, melainkan tentang cinta. Cinta yang tidak terbatas oleh bentuk, waktu, atau agama. Bagi Tagore, mencintai Tuhan berarti juga mencintai kehidupan --- pohon, manusia, dan hewan yang berjalan pelan di jalan berdebu.

Ia menulis:
"I have seen His face in the simplest of hearts."
(Aku telah melihat wajah-Nya dalam hati yang paling sederhana)

Di sinilah letak keagungan Gitanjali--- ia menjembatani yang ilahi dengan yang manusiawi. Dalam setiap cinta kecil, setiap pelayanan tulus, setiap langkah yang dilakukan dengan kesadaran penuh, di sanalah wajah Tuhan bersinar.

Tagore seolah berbisik kepada kita:
Berhentilah mencari Tuhan di langit, sebab Ia bersembunyi di balik senyum seorang anak kecil, di antara tangan yang bekerja, di dalam setiap napas yang engkau hirup.

Menari Ringan di Tepi Waktu

Hidup yang ideal bagi Tagore adalah hidup yang menari --- bukan berlari terburu, bukan juga terjatuh karena beban pikiran. Menari, karena ada irama yang lebih besar dari diri kita, irama kehidupan yang mengalir tanpa henti.

Di dunia yang semakin sibuk, nasihat ini terasa seperti oase. Kita terbiasa berkompetisi, mengejar, membandingkan. Tapi Tagore mengajak kita untuk menari ringan saja --- tidak melawan waktu, tidak menentang arah angin, hanya mengikuti irama kehidupan dengan penuh kesadaran.

Embun di ujung daun tidak pernah takut jatuh. Ia tahu, setelah jatuh, ia akan menjadi bagian dari tanah yang memberi kehidupan. Begitu pula manusia. Jika kita belajar menari ringan seperti embun, kita akan menemukan keindahan bahkan dalam kehilangan.

Syukur sebagai Bentuk Tertinggi dari Doa

Setiap bait Gitanjali adalah ungkapan syukur yang mendalam. Tagore tidak memohon terlalu banyak, ia hanya berterima kasih. Kepada cahaya pagi, kepada nyanyian burung, kepada penderitaan yang menumbuhkan kebijaksanaan.

Dalam satu puisinya ia menulis:
"Let me not pray to be sheltered from dangers, but to be fearless in facing them."
(*Jangan biarkan aku berdoa agar dilindungi dari bahaya, tetapi agar aku tidak takut menghadapinya.*)

Betapa indah. Doa sejati bukanlah permintaan untuk dijauhkan dari kesulitan, melainkan kekuatan untuk menari di tengah badai. Tagore tahu bahwa penderitaan adalah guru yang halus, yang mengukir kedewasaan batin dalam diri manusia.

Sastra yang Menyembuhkan

Tidak mengherankan bila pada tahun 1913, Tagore menerima Hadiah Nobel Sastra atas *Gitanjali*. Dunia mengakui karya ini bukan hanya karena keindahan bahasanya, tetapi karena kedalaman spiritualnya. Ia membawa cahaya dari Timur, dari tanah India yang penuh doa dan kebijaksanaan kuno, ke hati dunia Barat yang haus makna.

Membaca Gitanjali seperti menyesap air suci yang menyegarkan jiwa. Setiap kata menuntun kita untuk pulang ke hati. Tagore tidak mengajarkan dogma, melainkan kesadaran --- kesadaran bahwa Tuhan tidak jauh. Ia ada di dalam setiap hembusan napas, setiap detak jantung, setiap tetes embun yang jatuh dari ujung daun.

Cahaya dari Timur

Rabindranath Tagore adalah cahaya dari Timur yang membawa pesan universal. Ia tidak pernah berusaha "mengajarkan agama", melainkan "mengajarkan kehidupan". Ia percaya bahwa setiap manusia adalah seniman --- seniman yang sedang melukis wajah Tuhan melalui perbuatannya sehari-hari.

Ia menulis:
"The same stream of life that runs through my veins night and day runs through the world and dances in rhythmic measures."
(Arus kehidupan yang sama mengalir di nadiku siang dan malam, mengalir pula di dunia dan menari dalam irama yang serasi)

Tagore melihat kesatuan di balik segala perbedaan. Ia mengingatkan bahwa kita semua adalah bagian dari tarian semesta. Tidak ada yang kecil, tidak ada yang besar. Semua memiliki tempatnya dalam orkestra kehidupan ini.

Penutup: Menjadi Embun di Ujung Daun

Di akhir perenungan tentang Gitanjali, kita seperti diajak untuk menutup mata sejenak, menghirup napas panjang, dan merasakan kehadiran ilahi di dalam diri sendiri. Hidup tidak harus sempurna. Cukup tulus. Cukup hadir.

Seperti embun yang menari di ujung daun --- bening, ringan, dan menerima segala yang ada.
Mungkin di situlah makna terdalam ajaran Tagore: hidup bukan untuk melawan waktu, tetapi menari bersamanya.

Ketika kita belajar menari ringan di tepi waktu, ketika hati menjadi jernih seperti embun, maka seluruh kehidupan ini --- suka, duka, senyum, air mata --- akan terasa seperti satu lagu persembahan. Lagu yang dipersembahkan kepada Tuhan, dengan hati yang penuh cinta dan rasa syukur.

Dan barangkali, di detik itulah, kita mengerti makna sejati dari Gitanjali:
bahwa doa yang paling indah adalah kehidupan itu sendiri. Rahayu ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun