Menjadi dokter bukan soal tampil keren di balik stetoskop. Tapi soal komitmen panjang terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Sebuah Renungan
Barangkali, kita perlu mengubah cara berpikir tentang Fakultas Kedokteran. Jangan jadikan ia panggung kontestasi. Jadikan ia rumah bagi mereka yang benar-benar terpanggil. Bukan sekadar karena pintar, tapi karena peduli.
Bukan karena ingin kaya, tapi karena ingin menyembuhkan.
Bukan karena ingin status, tapi karena ingin berada di sisi manusia lain di saat mereka paling rentan.
Karena kalau tidak, kita hanya akan mencetak generasi dokter yang cepat lelah, mudah marah, dan hilang empati. Bukan karena mereka jahat, tapi karena mereka sejak awal tidak datang dengan tujuan yang tepat.
Maka jika engkau hari ini seorang siswa yang bermimpi menjadi dokter, tanyalah pada dirimu sendiri: apakah ini panggilan hidupmu? Atau sekadar ambisi yang dititipkan padamu?
Dan jika engkau seorang orang tua yang ingin anakmu jadi dokter, tanyakan juga: apakah itu mimpinya, atau hanya mimpimu yang belum selesai?
Sebab Fakultas Kedokteran bukan pintu kemewahan. Ia adalah gerbang menuju tanggung jawab besar. Hanya mereka yang siap menyusuri jalan sunyi penuh dedikasi, yang pantas memasukinya.
Dan itulah kebenaran yang barangkali tak selalu diucapkan dalam brosur kampus. Tapi hidup akan selalu mengujinya. Mogi rahayu***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI