"Oalah! Oalah! Santayib, anakku. Orang-orang itu mabuk keracunan bongkrek. Bongkrekmu mengandung racun."
 Nyai Sakarya adalah nenek dari Srintil, ia memiliki hati yang baik dan perhatian, hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut ;
Bayi itu belum merasakan sedih. Srintil menangis karena air susu tak lagi diperolehnya. Oleh Nyai Sakarya, Srintil diberi hidup dengan air tajin
Santayib adalah ayah dari Srintil, beliau merupakan lelaki yang keras kepala dan terlalu gegabah dalam mengambil tindakan, hal ini terlihat dalam kutipan berikut;
"Tidak! Bongkrekku tidak mungkin beracun. Bahannya bungkil yang kering. Tidak bercampur apa pun.
Boleh jadi kesadaran Santayib hanya tinggal sebagian ketika dia lari masuk ke dalam. Keluar lagi dengan seonggok bongkrek di kedua tangannya. Lengking suaranya membuat siapa pun meremang bulu kuduk.
Istri Santayib adalah ibu dari Srintil yang mempunyai karakter yang terlalu mencemaskan sesuatu, hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut;
"Kang, apa tidak kau dengar orang-orang mengatakan mereka keracunan tempe bongkrek? Bongkrek yang kita buat? Ini bagaimana, Kang?"
 Ki Kartareja adalah seorang dukun ronggeng yang menjadi tetua di daerah Dukuh Paruk, Ia adalah orang yang serakah dan licik, hal ini bisa dilihat dari kutipan berikut ;
"Baiklah. Uang panjarmu bisa kuterima. Tetapi besok malam kau harus datang membawa sebuah ringgit emas. Kalau tidak, apa boleh buat. Kau kalah dan uang panjarmu hilang. Bagaimana?"
"Ya!" Jawab Kartareja singkat. Rona kelicikan mewarnai wajahnya.