Mohon tunggu...
Novita Nur Azizah
Novita Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta miaw

Mahasiswa_Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan/jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia_Universitas Tidar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebanyak Buih Air Laut

21 Juni 2022   22:16 Diperbarui: 21 Juni 2022   22:48 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Seperti biasa rutinitas harianku adalah membantu Nenek di ladang, pulang setelah beberapa saat adzan zuhur berkumandang. Dalam perjalanan menuju rumah nampak terdapat asap yang membumbung tinggi.

"Nek, itu ada apa ya?" sembari telunjukku mengarah ke asap itu.

"Oh mungkin warga sedang bersih-bersih, membakar sampah." Jawab Nenekku yang tidak terlihat biasa saja.

            Ada perasaan aneh di hati ini, asap bakar sampah kok sebanyak itu. Namun, aku tetap menjauhkan pikiran-pikiran buruk.

            Terdengar keributan dari jauh, aku menggandeng Nenek dan berjalan lebih cepat. Betapa terkejutnya aku dan Nenek, asap yang dikira berasal dari pembakaran sampah ternyata adalah rumah kami.

            Setumpuk cabai yang berada dalam tenggok tumpah berjatuhan karena Nenek melepaskan genggamanya pada tenggok itu. Nenek telentang tak sadarkan diri. Sementara aku menahan tangis dalam hati dan membantu menggotong Nenek ke rumah warga.


            Buku diary yang selama ini menemaniku serta barang-barang pribadiku semuanya tak bersisa. Namun ada barang yang selalu menepikan keheningan rumah, radio. Radio itu Nenek jaga betul-betul. Ayah pernah bilang jika Radio ini dibeli saat Nenek dan Kakek baru saja menikah. Jika sekedar fisik dari radio mungkin tidak dihiraukan tetapi kenangan yang menyertainya tidak mampu digantikan oleh radio-radio keren masa kini.

            Beberapa warga berusaha menyadarkan Nenek dengan berbagai cara. Kemudian Nenek terbangun dengan wajah yang mampu membuat kita merasakan kesedihannya.

            Bangunan kayu yang manis telah berubah menjadi abu.

            Ingin sekali mengabarkan hal ini kepada Ayah tetapi ponselku sudah hangus. Dalam hati aku berucap semoga Ayah mengetahui hal ini tanpa kukabari.

            Bang Redo dan orang tuanya datang menghampiri dan mengajak kami untuk menginap di rumahnya, bahkan mereka berharap Nenek mau tinggal bersama mereka agar tidak kesepian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun