Mohon tunggu...
Inem Ga Seksi
Inem Ga Seksi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Jadilah air bagi ragaku yang api

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Halimun di Pelataran Candi Jawi

20 Agustus 2016   22:35 Diperbarui: 21 Agustus 2016   15:45 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Kau..Sintaku,” panggilnya lirih. Hanya itu yang Bayu lakukan. Bergumam-gumam saja.

Siluet Aya makin jauh. Menjauh, dan akhirnya siluet itu lenyap, seperti embun yang menguap membumbung tinggi ke angkasa.

Bayu mengambil rokok dari saku kemeja sebelah kanannya. Dipandanginya batang rokok yang lepek itu tanpa hasrat. Dirogohnya saku celana jeansnya, sebuah pemantik berwarna hitam berada dalam genggamannya. Klik. Suara pemantik terdengar beriringan dengan semburat warna biru menyala. Mendekatkannya pada ujung rokoknya, kemudian menghisapnya dalam..sangat dalam..kemudian menghembuskan asapnya ke udara, setinggi mungkin, sejauh mungkin. Bayu seperti hendak ingin mengubah sesuatu didalam rongga dadanya. Sesuatu yang dia sendiri pun tidak tahu. Sesuatu yang kerap memantik emosinya, sesuatu yang lebih mirip polah tingkah Kertajaya,yang adigang-adigung-adiguna.

“S-egawon…” tiba-tiba sepenggal kalimat tidak pantas meluncur tajam dan tegas dari bibirnya. “Rahwana itu telah mengubah segalanya, dia mengubah Aya-ku..mengubah rasa-ku.”

Gurat-gurat kasar muncul dari rahangnya yang kurus kokoh. Lagi-lagi rokok yang tinggal tersisa satu ruas, diisapnya dengan sangat dalam, lebih dalam dari sebelumnya. Dan kepulan asap putih bergulung-gulung keluar dari mulutnya, seperti hendak mencari ruangan yang lebih tinggi dari kepala empunya si penghisap.

Bayu mengacak-acak rambutnya. Wajahnya makin lusuh. “…mengapa cintamu yang seromantis Tunggul Ametung. Kini berubah menjadi cinta seorang Rama yang meragukan kesucian seorang Sinta,” pertanyaan dari Aya, sesaat sebelum berlalu, terngiang-ngiang di genderang telinganya. Memekakkan sekaligus menyesakkan dada. “Ah, apakah aku adalah Tunggul Ametung yang ingkar pada lakuku memilih Ken Dedes?” tanyanya lirih. Sebuah pertanyaan yang ditujukan pada dirinya sendiri.

Tangan kanannya kembali mengacak rambutnya. “Padahal demi Ken Dedes, Tunggul Ametung melanggar norma-norma agamanya, dengan syahwatnya yang liar, dia begitu lancang berani mengagahi Ken Dedes yang merupakan seorang brahmani, walau tanpa persetujuan ramandanya, Empu Purwa. Demi Ken Dedes, dengan rela hati, Tunggul Ametung merendahkan kasta kastrianya menjadi sudra. Merayunya dengan penuh cinta kasih, walau berbalas sikap angkuh nan sombong. Memujanya dengan tulus, seolah siap memberikan kepalanya untuk di injak-injak. Arrggghhhh…” wajah Bayu merona merah. Entah marah atau murung, atau mungkin rasa sesal yang menyelinap mulai berkontraksi di rahim nuraninya.

Bayu melumat amarahnya. Mengunyahnya dengan berat hati kemudian menelannya bulat-bulat, memamah rasa pahit dari sesalnya.

“Jika seorang Ken Arok, sanggup menerima Ken Dedes yang merupakan sepahnya Tunggul Ametung, mengapa aku bersikap gemagah. Apakah sebuah rasa harus dibatasi oleh suci atau tidaknya tubuh perempuan. Lagipula bukankah aku sendiri yang menghadirkan sosok Setyo dalam kebersamaanku dan Aya,” Bayu membatin.

Ada dilema menyeruak pada setiap nafas yang dihirupnya. Dan, senja yang berjalan sangat lambat, seperti sengaja menghantarkan beberapa nampan dengan rupa-rupa wajah perempuan yang di pujanya. Aya. Lengkap dengan lengkung-lengkung kemanjaan dan kegenitannya ketika marah merajuk.

“Duh, Aya,” lirihnya

***

Oil City, 20 Agustus 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun