Pribadi yang gemar mengeluh, selalu complain dalam berbagai situasi, serta tidak henti-hentinya menyalahkan keadaan dan orang lain, bisa jadi mengalami hambatan besar untuk kemajuan diri sendiri. Orang seperti ini sulit melihat sisi baik kehidupan dan tidak tergerak untuk berpikir positif. Akibatnya, manusia model begini akan tersingkir perlahan-lahan ke tepi, sulit maju dalam meraih keberhasilan dalam hidupnya. Kalaupun bertahan di arena, orang-orang yang gemar mengeluh akan dijauhi karena secara natural kita lebih nyaman berada di lingkungan dengan aura positif.
Mengapa Mengeluh?
Mengapa manusia gemar mengeluh? Apakah mengeluh itu sesuatu yang sifatnya manusiwi?... Dalam Al Quran -kitab suci umat Islam- pun tertulis bahwa sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah (QS Al Ma’arij: 19-20). Demikianlah kecenderungan sifat manusia. Apabila keluh kesah itu masih dalam batas kewajaran, tidak akan menjadi masalah bagi diri sendiri maupun lingkungan. Namun apabila mengeluh dijadikan kebiasaan setiap menanggapi suatu hal, akan menjadi hambatan mental yang cukup berarti. Hambatan mental seringkali jauh lebih berat dibandingkan hambatan fisik. Seseorang dengan hambatan mental akan sulit terbebas dari belenggu kecuali atas kesadarannya sendiri. Membuka kesadaran seseorang yang terbelenggu mentalnya akan jauh lebih sulit serta memerlukan upaya dan pendekatan yang tepat.
Contoh sederhana, seorang perempuan yang terpelajar, mengenakan busana yang serasi dengan riasan wajahnya, namun dari pagi sampai sore kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu berupa keluhan. Mulai dari udara yang panas, jalanan macet, bos yang rese, pekerjaan menumpuk, makanan tidak cocok, sampai toilet selalu antri. Nada mengeluh tidak berjeda. Bandingkan dengan perempuan lain yang sama tampilannya, busana serasi dengan riasan wajahnya, tetapi selalu mengucapkan kalimat positif ketika menghadapi kondisi yang tidak nyaman atau kesulitan. Nada mengeluh tidak diekspos. Jika saya boleh memilih, saya lebih suka berada di dekat-dekat yang kedua.
Keluhan yang diucapkan secara langsung maupun tidak langsung juga berpengaruh pada lingkungan sekitar. Orang yang selalu mengeluh setiap mennemui kondisi tak nyaman, akan punya peluang lebih besar untuk dijauhi. Kalau sudah begitu, dampaknya tidak menguntungkan juga kan bagi si pengeluh. Bagaikan terkena sanksi sosial. Ngga enak banget ya. Padahal, dalam hubungan sosial yang baik itu justru seringkali kita sebagai pribadi mendapatkan kesempatan-kesempatan baik yang tidak didapat jika kita tidak bersikap positif.
Dampak yang lebih buruk terjadi pada anak-anak kita apabila ibu dan ayahnya hobi mengeluh. Sosok orang tua menjadi panutan bagi anak-anak. Apalagi anak balita, yang dalam tahap “copy paste” habis dari lingkungan terdekat tempat mereka terekspos. Terbayang kan, kalau ayah dan ibunya hobi ngeluh aja, anak-anak akan punya hobi yang sama. Dari kecil terbiasa mengeluh, bagaimana kelak mental mereka di era yang lebih banyak tantangan di masa depan?....
Mengeluh Vs Maju
Maju secara harfiah makna sederhananya adalah berpindah posisi atau bergerak ke depan (muka). Tidak peduli bagaimana pergerakannya, mungkin dengan berjalan, berlari, merangkak, menggunakan alat ataupun tidak. Yang jelas, pergerakannya memindahkan posisi kita dari posisi awal ke posisi yang lebih jauh ke muka. Dalam makna yang lebih luas, maju bisa bermakna berkembang lebih baik pemikirannya, lebih tinggi peradabannya, ataupun menjadi lebih baik kelakuannya.
Untuk mencapai kemajuan, sedikit atau banyak, akan dipengaruhi oleh sikap kita sebagai pribadi. Jika kita mengedepankan lebih banyak sikap positif maka peluang untuk bisa maju akan semakin besar berada di tangan kita. Sikap positif itu antara lain tidak mudah mengeluh. Sederhananya begini, pada waktu mengeluh, apalagi terus-terusan, kita memfokuskan energi untuk mengeluh, sehingga energi kita habis terkuras untuk mengeluh. Kita jadi lupa, bahwa kita butuh energi untuk menghadapi hal-hal lain yang terbentang di hadapan kita. Walhasil, kesempatan yang mungkin ada di hadapan untuk mengembangkan diri lebih baik, lewat begitu saja karena kita sudah kehabisan energi. Jangan salah, mengeluh itu jauh urusannya ke dalam perasaan, dan urusan perasaan itu bukan cuma menguras energi fisik tapi juga pikiran. Pikiran jadi negatif, dan kita sulit menjadi pribadi yang berbahagia.
Jadi, mengeluhkan sesuatu saat kondisi tidak nyaman, sebetulnya manusiawi, asalkan tidak dijadikan kebiasaan sehingga terus terusan terjadi. Tiap pribadi seharusnya punya barometer, untuk mengukur bahwa keluhan yang keluar masih dalam tahap wajar atau tidak. Sebetulnya ukurannya tidak baku, tetapi jika orang-orang sudah mulai terganggu dengan keluhan-keluhan Anda, itu warning untuk segera introspeksi. Jika dipikir lebih lanjut, Anda pasti setuju bahwa mengeluh tidak membuat sesuatu menjadi lebih baik atau menyelesaikan suatu masalah. Kalau untuk membuang unek-unek dan keluh kesah, ada tempat yang lebih pas tentunya.