Mohon tunggu...
Norberth Javario
Norberth Javario Mohon Tunggu... Konsultan - Pengelana Ilmu

Menulis semata demi Menata Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Demo Kades: Menelisik Arti Membangun Desa

22 Januari 2023   22:12 Diperbarui: 26 Januari 2023   17:46 1473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koordinator Kades asal Gresik, Bahrul Ghofar, ketika berorasi dalam aksi damai yang digelar, sebelum rombongan Kades dari seluruh Indonesia menuju gedung DPR RI, Selasa (17/1/2023).(KOMPAS.com)

Dalam grup WhatsApp, masuk sebuah pesan berupa tautan. Penasaran saya membukanya. Oh, rupanya topik yang lagi hangat dan jadi headline di mana-mana. Tautan berisi obrolan politik menyikapi demo ribuan Kepala Desa di Gedung DPR RI menuntut perpanjangan masa jabatan Kades dari 6 menjadi 9 tahun.

Dalam acara Obrolan Malam bertema Untung Rugi Jabatan Kades 9 Tahun itu, dihadirkan 2 narasumber keren. Di satu kursi empuk duduk Surta Wijaya, Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), sedang di kursi sebelahnya ada Budiman Sudjatmiko, politisi kawakan PDI-P.

Masih ada kursi ketiga, yang diduduki sosok cantik berambut pendek, penuh semangat memberi sejumlah pertanyaan serta mengatur alur diskusi. Ia jurnalis bernama unik, Fristian Griec.

Meski arah hadap kursinya nyaris berlawanan, namun dua narasumber ini seia sekata dalam konsep. Mereka berdua berada pada pihak yang amat mendukung penambahan masa jabatan Kades.

Budiman Sudjatmiko beralasan bahwa dinamika politik di desa amat berbeda dibanding dengan kabupaten, provinsi, dan pusat, oleh sebab itu dibutuhkan waktu panjang untuk melakukan konsolidasi demi meredakan konflik pasca-pilkades.

Budiman menyatakan, butuh waktu sampai 3 tahun. Di tahun berikut baru mau membangun, eh, masa jabatan sudah selesai.

Pak Surta Wijaya malah lebih ekstrim lagi. Beliau sebagai pelaku utama politik di desa (mantan Kades) merasa waktu untuk konsolidasi bukan hanya 3 tahun tetapi 6 tahun.

Seturut pengalaman buruknya, ia merasa terzolimi sebab di ujung masa jabatannya, bahkan ada warga yang sama sekali tidak menganggap ia pemimpin.

Permintaannya jelas, kewenangan memerintah mesti ditambah. Jika konflik pasca-pilkades baru bisa dibereskan pada tahun kelima atau keenam, berikan ia tambahan waktu lagi untuk membangun.

Sumber: CNN Indonesia/Muhammad Naufal
Sumber: CNN Indonesia/Muhammad Naufal

Suara dua orang ini sefrekuensi dengan suara Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.

Menurut sang menteri, waktu 9 tahun akan memberi banyak manfaat bagi masyarakat desa. Persis pernyataan dua orang di atas, Mendes PDTT menyatakan para Kades akan punya lebih banyak waktu mensejahterakan warganya. Pembangunan di desa akan lebih efektif dan tidak terpengaruh dinamika politik akibat pilkades.

Pernyataan ketiga orang tersebut sama dalam satu maksud: masa jabatan Kades mesti ditambah agar cukup waktu membangun desa. Sebenarnya apa sih yang dimaksud dengan membangun desa itu?

Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 bab I pasal 1 poin 8 disebutkan, Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Dari pengertian ini jelas bahwa arti kata membangun bersifat umum. Maksudnya, membangun bukan hanya soal mendirikan jalan, jembatan, dan gedung semata namun soal lain di luar pembangunan fisik. Bukankah menciptakan desa tanpa konflik, tanpa perselisihan juga menjadi bagian tugas Kepala Desa, sejalan dengan kalimat peningkatan kualitas hidup dan kehidupan?

Saya jadi bertanya-tanya, apa yang dimaksud dengan membangun desa sesuai pernyataan tiga tokoh di atas? Apakah menurut mereka, meredakan konflik tidak termasuk membangun desa?

Mari kita lihat lagi di bab V khususnya bagian Kewajiban Kepala Desa. Kita fokus di poin (c) memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa dan poin (k) menyelesaikan perselisihan masyarakat di Desa.

Artinya bahwa pasca-pilkades, apa pun situasinya, Kades wajib menyelesaikan konflik-konflik yang berhubungan dengan pilkades. Kades terpilih wajib menyatukan jurang perbedaan besar akibat pilkades menjadi lebih kecil.

Membedah pengertian seturut UU di atas, kita melihat bahwa gagasan menambah masa jabatan Kades nampaknya hanya membuka kelemahan Kades sendiri dalam melaksanakan kewajiban seperti termuat dalam poin (c) dan (k).

Sudah jelas bahwa menciptakan situasi kondusif juga merupakan keberhasilan pembangunan. Masih juga ada konflik artinya masih gagal dalam pembangunan.

Di mana logikanya, tak mampu laksanakan kewajiban namun meminta lagi kesempatan memimpin. Mari kita buat perbandingan kecil. Dalam dunia sepak bola, kita tak akan pernah melihat tim yang sementara ketinggalan meminta wasit memberi tambahan waktu supaya mereka bisa memenangkan laga.

Kita juga tak akan pernah melihat sebuah tim meminta mengubah aturan baku yang ada agar kesempatan bermain mereka lebih panjang (catatan: mereka sementara ketinggalan skor). Hal tak waras seperti inilah yang sementara diperagakan/didemo ribuan Kades di Jakarta.

Memang sih, ada banyak indikator mengukur keberhasilan kinerja Kades, bukan hanya soalan seperti perselisihan ini, namun kita perlu mengutip pendapat Fahri Hamzah bahwa semakin banyak kompetisi justru semakin besar peluang menghadirkan pemimpin berkualitas. Dengan menambah durasi jabatan jelas mengebiri kesempatan berkompetisi, bukan?

Surta Wijaya dalam ceritanya mengatakan dengan lantang bahwa ia terus didera konflik hingga masa jabatannnya selesai. Ini menarik. Jika ini yang terjadi artinya ada sesuatu yang salah dalam proses memenangkan pemilihan.

Budiman Sudjatmiko boleh mengatakan bahwa dinamika politik di desa amat berbeda dengan di kabupaten, provinsi, dan pusat. Namun politik tetaplah politik.

Politik di mana pun identik dengan uang dan kekuasaan. Bagi banyak orang, itulah surga sebenarnya. Obsesi banyak orang tak bertepi jika berkenan dengan dua hal itu.

Karena berkaitan dengan "surga dunia", digunakanlah segala cara untuk merebut tahta tertinggi. Sudah jadi rahasia umum, proses menuju puncak itu tak lepas dari adu uang, adu janji manis, adu curang, dan intimidasi.

Bisa jadi, situasi ini membuat pihak yang kalah tak pernah benar-benar legowo. Pada dasarnya, ini berlaku sama di desa, kabupaten, provinsi, maupun pusat.

Tentu ada juga politikus yang tak menggunakan cara-cara negatif dalam menjalani karirnya dan fokus bekerja sesuai amanahnya. Dari mereka didapatkan inspirasi demi menjadikan dunia lebih baik.

Hal yang diangkat Surta Wijaya dan Budiman Sudjatmiko sebenarnya merupakan upaya menggeneralisir situasi. Pengalaman satu orang Suta Wijaya di desanya dianggap mewakili 81.616 keseluruhan desa di Indonesia.

Boleh saja Budiman Sudjatmiko mengatakan sudah berkeliling mewawancarai banyak Kades yang berdemo dan mendapat jawaban sama, namun kita tentu sepakat bahwa pernyataan subjektif seperti ini tak bisa dijadikan rujukan.

Sebaiknya para Kades melakukan introspeksi, hal apa yang menyebabkan ia selalu dirongrong dan bahkan tak dianggap hingga bertahun-tahun pasca-pilkades.

Semua tuduhan miring mestilah dijawab dengan melaksanakan rencana kerja sebaik-baiknya dengan fokus serta penuh tanggung jawab. Merangkul lawan politik yang notabene berada dalam wilayah desa juga menjadi kewajiban demi menciptakan ketenteraman, ketertiban, serta meredakan perselisihan.

Poin-poin ini sudah jelas diatur dalam UU. Tentunya keadaan akan bertambah parah jika sesudah pemilihan pun, Kades masih bersikap membeda-bedakan mana kawan mana lawan.

Harus selalu digaungkan dengan keras lagi bahwa membangun desa bukan hanya soal fisik semata namun juga hal-hal non fisik, termasuk juga menjaga kualitas hubungan antarwarga.

JAVARIO

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun