Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ketika Standard Biaya Pendidikan Tak Lagi Tertahankan, Inklusivitas adalah Jawaban

2 Agustus 2022   00:43 Diperbarui: 2 Agustus 2022   10:06 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak sekali strategi sebenarnya yang bisa kita lakukan bersama secara kolaboratif tentunya.

Pertama, implementasi kebijakan yang tepat. Ada banyak sekali produk kebijakan yang sebenarnya sudah baik, mulai dari program beasiswa dengan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang telah digagas, ada Bidikmisi, beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang dikelola oleh Kemenkeu dan lainnya. 

Kebijakan ini sudah baik, hanya saja dari sisi pengawasan dan memastikan the right person sang penerima yang harus tepat sasaran, disamping bagi yang menerima juga harus menyadarkan diri bagaimana kemudian ia punya tanggungjawab moral terhadap bangsa yang diharapkan kembali menata Indonesia dengan etos kerja yang lebih baik.

Kedua, menerapkan prinsip inklusivitas dalam sistem pendidikan. Inklusif merupakan sikap terbuka, untuk saling menghargai, memotivasi bahkan men-support satu sama lain. 

Inklusif harus dimasukkan dalam sistem pendidikan untuk meningkatkan kualitas layanan sekaligus menyetarakan pendidikan, tanpa latar belakang ekonomi. Inklusivitas ini diharapkan akan mampu mendorong resiliensi dan menghapus opportunity gap dalam manajemen bidang pendidikan.

Kita mungkin bisa melihat hari ini, realita di mana sangat korelatif antara penghasilan rendah dengan minat melanjutkan pendidikan. Terlihat jelas, dengan inflasi ekonomi terhadap pendapatan yang tinggi, dimana menaikkan juga jumlah kemiskinan yang mencapai 9,54% dari seluruh total penduduk Indonesia atau sekitar 26,16 juta orang pada Maret 2022 (bps.go.id). 

Dalam hal ini, Gorski (2018), dalam Reaching and Teaching Students in Poverty: Strategies for Erasing the Opportunity Gap memberikan pandangan betapa pentingnya kemudian melakukan "reproduksi sosial" melalui kapital orangtua, dalam artian sumber daya, pendapatan, kapasitas, keterampilan dan jaringan. Sehingga, generasi berikutnya akan lebih bisa terarah dengan pola edukasi lebih baik.

Ketiga, pemanfaatan Corporate Social Responsibility (CSR) dalam mendukung efektivitas pendidikan. Bagi masyarakat sekitar, ketika ada perusahaan, tentu dipenuhi dengan harapan manfaat, terutama melalui CSR. 

Ada banyak sekali program CSR yang kemudian dimana entry point-nya adalah memberikan manfaat kepada masyarakat sekitarnya. Program CSR dalam hal ini dapat menjadi langkah padu dalam penyertaan pendidikan, dimana dapat mendorong daya saing daerah dan generasi yang kompetitif.

Guna mendorong hal ini, maka perencanaan CSR pendidikan harus dilakukan secara partisipatif, berangkat dari kebutuhan masyarakat, mendukung kebijakan pemerintah setempat dan mampu mendorong resiliensi masyarakat di masa mendatang. 

Paling tidak bisa dilakukan assessment awal, di mana dan apa core program yang bisa di create melalui pendidikan, apakah formal, non-formal, peningkatan skill, ataukah pendidikan lapang yang justru bisa langsug dipraktekkan dalam dunia kerja dan diserap oleh kebutuhan insutri, bisnis ataupun malah berkembang menjadi pelaku usaha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun