Mohon tunggu...
Nurul Pratiwi
Nurul Pratiwi Mohon Tunggu... Penulis

Penulis dan pengembara kehidupan saya sendiri. Tertarik dengan dunia literasi, jurnalistik, fotografi, psikologi, dan kesehatan mental.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Dekapan Bumi

13 Oktober 2025   21:28 Diperbarui: 13 Oktober 2025   21:28 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makam. Sumber gambar : unsplash.com/Will Favata

"Sekarang baru Gita aja, Bunda. Kak Lala belum bisa nyusul."

Aku kembali diam dan menghela napas sejenak.

"Bunda, gimana di sana? Apa di sana menyenangkan, sampai bunda berpulang duluan?"

"Bunda asik ya. Bunda gak ngerasain sakit. Bunda gak ngerasain lagi kebijakan pemerintah yang semakin membuat bingung. Bunda gak ngerasain lagi harga bahkan pokok semakin mahal. Bunda gak ngerasain lagi sedih di sana."

Lantunan ayat suci Al-Quran masih setia menjadi temanku di makam ini. Angin juga tidak lagi berhembus. Namun, ada kicauan burung yang terdengar.

"Bunda, Gita sekarang paham kenapa bunda serius meminta Gita sama Kak Lala untuk menjaga apa yang bunda dan ayah berikan. Ternyata bunda lebih percaya Gita sama Kak Lala daripada keluarga bunda dan ayah. Bunda percaya Gita dan Kak Lala bisa menjalani kehidupan ini bersama. Bunda percaya cuma Kak Lala yang ada buat Gita sampai nanti."

Lantunan ayat Al-Qur'an itu telah berhenti. Kicauan burung masih terdengar.

"Bunda, ternyata bunda percaya ya kalau Gita bisa. Cuma, Gita butuh waktu untuk mencerna semua itu, Bunda. Gita butuh waktu, sampai benar-benar merantau dulu untuk bisa menerima takdir ini. Takdir bahwa Gita harus membereskan luka Gita seorang diri."

"Bunda, Gita selalu rindu bunda. Dimanapun Gita berada. Gita sungguh rindu juga kehidupan Gita sendiri sebelum Gita harus menyembuhkan luka Gita seorang diri. Gita rindu Gita yang dulu, dan rindu juga dengan kehidupan sebelum bunda berpulang."

"Bunda asik ya. Bunda gak harus ngeliat Gita berjuang mencari pekerjaan yang semakin lama rasanya semakin banyak yang tidak cocok dengan kemampuan Gita. Bunda asik gak harus ngerasain dunia yang makin hari semakin gila."

Kini, hening menemaniku di makam ini. Suara kicauan burung pun telah hilang. Tinggal suara deru napasku saja yang terdengar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun