Mohon tunggu...
Lala
Lala Mohon Tunggu... Penulis

Suka nulis, suka mikir, kadang overthinking tapi produktif. Pernah ikut kursus psikologi dari Yale dan Mini MBA dari IBMI Berlin—karena belajar itu seru, apalagi kalau bisa dibagi. Sempat tercatat di Asian Book of Records, alhamdulillah bukan karena hal viral. Di Kompasiana, saya nulis buat ngobrol—dengan diri sendiri dan siapa pun yang nyempetin baca.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Saya Mau Sharing Perjalanan Mengatasi Speech Delay pada Anak : Dari Terapi Wicara hingga Sekolah

14 Maret 2025   10:00 Diperbarui: 16 Maret 2025   12:53 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Hanya Ilustrasi/ AI

Perjalanan Mengatasi Speech Delay pada Anak: Dari Terapi Wicara hingga Sekolah

Keterlambatan bicara atau speech delay adalah kondisi di mana anak mengalami hambatan dalam perkembangan kemampuan berbicara dibandingkan dengan anak seusianya. Meski sering kali menjadi kekhawatiran bagi orang tua, dengan langkah yang tepat, seperti terapi wicara dan dukungan lingkungan sekolah, anak dapat mengejar ketertinggalannya.

Pengalaman Pribadi: Langkah Awal dengan Terapi Wicara

Saya mulai menyadari adanya keterlambatan bicara pada anak saya dan memutuskan untuk membawanya ke terapi wicara. Terapi ini membantu melatih otot-otot bicara, memperluas kosakata, serta meningkatkan kemampuan berkomunikasi. Hasilnya, anak saya mulai menunjukkan perkembangan positif dalam mengucapkan kata-kata dan memahami instruksi sederhana.

Rekomendasi Dokter: Masuk Sekolah untuk Stimulasi Sosial

Tahun ini, dokter menyarankan agar anak saya mulai bersekolah. Sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga lingkungan yang mendukung perkembangan sosial dan komunikasi anak. Berinteraksi dengan teman sebaya dapat membantu anak membangun kepercayaan diri dan memperkuat kemampuan berbicaranya.

Strategi yang Saya Terapkan

  1. Memilih Sekolah yang Tepat

    • Sekolah yang memiliki guru berpengalaman dalam menangani anak dengan kebutuhan khusus.
    • Lingkungan yang mendukung komunikasi aktif dan sosial.
  2. Kolaborasi dengan Guru dan Terapis

    • Berkoordinasi dengan guru tentang strategi yang telah diterapkan dalam terapi wicara.
    • Memantau perkembangan anak di lingkungan belajar dan meminta umpan balik berkala.
  3. Dukungan di Rumah

    • Membaca buku bersama, bernyanyi, dan berbicara dengan anak secara rutin.
    • Memberikan pujian untuk meningkatkan rasa percaya diri.
  4. Aktivitas Sosial

    • Mengajak anak bermain dengan teman sebaya untuk meningkatkan interaksi sosial.
    • Melibatkan anak dalam kegiatan seni, musik, atau olahraga yang merangsang komunikasi.
  5. Kesabaran dan Konsistensi

    • Proses ini memerlukan waktu dan kesabaran. Memberikan dukungan emosional yang stabil sangat penting untuk membangun kepercayaan diri anak.

Hasil yang Mulai Terlihat

Meski baru bergabung dalam program terapi dan sekolah, saya telah melihat perubahan positif. Anak saya mulai lebih percaya diri dalam berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Saya juga terus membaca berbagai sumber dan berdiskusi dengan orang tua lain yang mengalami pengalaman serupa untuk memperkaya pengetahuan saya.

Kesimpulan

Dengan kombinasi terapi wicara yang konsisten, dukungan dari lingkungan sekolah, serta peran aktif orang tua di rumah, anak dengan speech delay memiliki peluang besar untuk mengejar perkembangan bicaranya. Langkah yang telah saya tempuh menunjukkan progres yang menjanjikan, dan saya yakin perjalanan ini akan membawa perubahan positif bagi anak saya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun