Mohon tunggu...
Nofia Fitri
Nofia Fitri Mohon Tunggu... Administrasi - Political Researcher

Doctoral Student of Political Science at the University of Indonesia; Civic Lecturer at Poltekkes Jakarta III; Manager Program of an NGO Aliansi Kebangsaan. An owner of a Big Data Company, Warung Data Indonesia, and a Digital Politics platform Exploiticha.id (Exploration on Global Politics, Computer Technology, and Ethical). My research interest is in the areas of Digital Politics, Global Politics, and Political Ideology.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Syair Harmony untuk Kepergian Radiandra

28 Mei 2017   23:20 Diperbarui: 28 Mei 2017   23:45 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            ”Iya mam” Harmony mengangkat telepon genggamnya. Dari kejauhan, suara mami begitu merdu memberikan sedikit ketenangan batinnya.

            ”Sudah dimana sayang?” Tanya mami.

            “Keluar tol barat mam” Jawab Harmony.

            “Jiwamu masih dengan ragamu kan?” Mami melempar pertanyaan yang dalam dengan keinginan tersembunyi untuk mengukur kesedihan putrinya.

            ”Dalam setiap aliran darah, dan detak nadi, nyawa ini bersemayam pada ketenangan hati mami. Radian mungkin sudah merasakan hal itu dalam pandangannya padaku. Kalau tidak, mungkin takdir menghentikan  kepergiannya.”

            “Bisa mami pastikan kekuatanmu akan menyingkirkan ruang jiwa yang penat menghimpitmu. Ingat sayang, takdir tidak pernah menjauh, ia akan selalu mendekat, dan takdir itu akan segera mendekatimu.”


            Harmony seperti menerima energi dari ucapan lembut mami, dengan harapan dan pengaduan tentang kesedihannya, Harmony mengakhiri telepon mami. Mungkin aku memang terlalu mementingkan ego ku, mungkin aku yang terlalu lemah menghadapi semua ini, atau justru terlalu kuat. Kuatnya kebuntuan berfikir menutup alam rasionalku. Harmony kini tidak lagi melihat Radian dihadapannya, karena banyak garis yang menyusun sebuah rangka tentang masa depan, masa depannya dan masa depan Radian, mungkin.

”Aku juga mendalami sastra, aku mencintai sastra, dan aku adik kelasmu. Tak sedikitpun terbesit dalam hati ini untuk mengurung diri dalam mimpi. Aku juga punya mimpi, tapi apa mimpi itu harus membawaku menjauhimu”, Harmony pernah menyampaikan ungkapan hatinya. Tapi Radian seperti telah menemukan jalan luas menuju ambisi pujangganya. Radian bersikeras, dan energi itu luruh bersama dengan hilangnya Radian dari hadapan Harmony, saat pertama kali disampaikannya keputusan itu.

            Harmony melangkahkan kakinya, pintu rumah terbuka dan menyambut Harmony dengan penuh suka cita. Mami mungkin akan menghadangnya sebelum sampai ia pada peraduan terakhirnya. Mami mungkin akan memberikan sederet pertanyaan yang membuat Harmony membongkar rahasia hatinya, atau mami akan menggaungkan serangkaian kata yang panjang untuk mendinginkan raganya, dan mengisi kekosongan jiwanya. Tapi mami hanya diam, Harmony berlalu dalam pancaran cahaya dari mata mami, Harmony menatap tajam pandangan itu, disambut sekilas senyum mengembang diwajah mami. Aku tidak akan menghampiri mami, dan mami akan membiarkanku melakukannya.

            Dibaringkannya tubuh itu diatas alas tidurnya. Harmony melempar tatapannya pada ruang kosong atap putih yang bersih dihadapannya. Langit-langit itu seperti hati ini, tak berwarna, pucat, dan hampa. Apa yang aku fikirkan tentang Radian. Harmony bertanya pada kedalaman jiwanya. Apa yang aku rasakan kini dengan kepergiannya. Mungkin akan memakan waktu cukup lama hingga kehangatan itu dapat dirasakan kembali dengan sentuhan lembut Harmony yang mendarat pada kulit cerah Radian. Mungkin akan berlangsung setelah beberapa bulan, beberapa tahun, atau mungkin Harmony tidak dapat menghitungnya.

            Harmony terperanjak, ia membuka kelopak matanya lebar, dilihatnya jam dinding dengan bentuk masjid melekat kokoh didinding kamarnya. Tepat pukul empat sore, pesawat yang membawa Radian seharusnya sudah transit di Malaysia. Harmony mengambil telepon genggamnya, dilihatnya layar warna dihadapannya, tak berubah, masih seperti saat ia mulai memejamkan matanya. Tak ada miscall, tak ada sms, tak ada tanda-tanda seseorang menghubungi telepon genggamnya. Harmony berupaya menguasai keinginan hatinya. ’Tidak’, Radian akan meneleponku, aku tidak akan menghubunginya lebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun