Kumatikan smartphoneku sebelum memulai devosi malam itu.
Beberapa nama orang yang kukasihi, kusebutkan, kudaraskan dalam doa.
Doa untuk masa depanku, karena aku tahu bahwa masa depanku sungguh ada di dalam DIA. Khawatir selalu menyeruak walau berhasil kuberi jarak.
Ibu Sasantiku, masuk ke kamarku tanpa kusadari. "Mitha, Anka menitipkan ini pada Ibu."
Aku menerima sepucuk surat berwarna hijau pupus.
Kubuka pelahan, J'attends, tulisan tangan Anka Adrian yang khas pada kertas conqueror berwarna hijau pupus itu bermakna dalam.
"Ibu, peluklah aku..", pintaku pada Ibu.
Tangisanku pun pecah. Usapan dan pelukan Ibu Sasanti terasa damai, memberikan kesejukan dan ketenangan.
Aku tahu lukaku masih ada, tapi fokusku tak lagi pada luka itu. Ternyata benar, love never ever fails...!
Aku sadar tidak selamanya kubawa terus.luka ini.
Adakah sempurna di dunia? Rasanya tidak akan pernah ada.