"Hehehe, itu Om tau"
Sejauh pernikahan yang masih seumur jagung itu, Ana adalah pembelajar. Ia tidak larut dalam kemanjaan yang biasanya semua disediakan oleh orangtuanya, ia belajar jadi istri yang baik. Handphone Andry berdering, Andry tersenyum lantas menjauhi Ana untuk berbicara di telepon.
Gejolak dalam batin Ana bermain, kenapa Andry segirang itu menerima telepon? Diam-diam ia cemburu. Ia memutuskan kembali membersihkan rumput-rumput pada tanaman obat keluarga yang ditinggalkan Umu. Berjam-jam menelepon, Andry belum kembali. Hingga akhirnya dengan senyum sumigrah, ia kembali.
"Aku akan menemui seseorang kenalan di Kilo 5 dulu ya, ia baru datang" Andry memberi sebuah kecupan di kening Ana lantas buru-buru pergi.
Debur ombak kilo lima terdengar syahdu, air sedang surut. Jika tidak laut itu akan jadi kolam renang dengan air membiru lantas background kota terlihat diujung mata.
"Aku baik" perempuan itu menyeruput kopi pesanannya
"kau masih pecinta kopi? Pecinta senja? Penggila hujan? Hahaha anak indie" Andry berusaha memecahkan keheningan percakapan mereka
"Kau gila, masih hafal semua tentangku ya" perempuan itu terkekeh
"hehehe, maaf jika kau tak suka"
"Bukan, hanya saja aku merasa kasihan pada istrimu."
"Bagaimana dengan kau? Bukanya kau sudah bersuami? Kenapa tiba-tiba mengajakku bertemu?"