Lumbung Adat Baduy sebagai Prototipe Bulog Masa Depan Indonesia: Manifestasi Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal dan Nilai-Nilai Pancasila
Ketahanan pangan merupakan aspek fundamental dalam menjaga kedaulatan suatu bangsa. Di tengah krisis pangan global dan dominasi sistem pertanian modern yang bertumpu pada pasar bebas, masyarakat Baduy di Banten menghadirkan sebuah solusi alternatif melalui lumbung adat mereka yang disebut leuit. Sistem ini tidak hanya menyimpan hasil pertanian, tetapi juga merepresentasikan filosofi hidup komunal dan keberlanjutan yang sejalan dengan semangat Pancasila, khususnya sila kelima: "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".
Lumbung adat Baduy bukan sekadar tempat penyimpanan hasil panen. Ia adalah simbol kedaulatan pangan berbasis kearifan lokal yang menjunjung tinggi nilai sakralitas beras sebagai sumber kehidupan. Dalam masyarakat Baduy, memperjual belikan gabah adalah tindakan yang pamali atau tabu karena beras dianggap sebagai hak dasar umat manusia. Konsep ini sangat relevan untuk dikontekstualisasikan dalam sistem Bulog nasional, agar distribusi pangan tidak hanya berorientasi pasar, tapi juga keadilan sosial dan keberlanjutan.
Pola pikir bangsa Indonesia yang selama ini cenderung meniru sistem pangan negara-negara Barat perlu dikaji ulang. Ketahanan pangan berbasis pasar, yang didorong oleh industrialisasi dan teknologi pertanian modern, sering kali menyingkirkan kearifan lokal. Dalam konteks ini, sistem lumbung Baduy menawarkan jalan lain yang berakar pada penghormatan terhadap alam, kerja kolektif, dan distribusi adil. Inilah implementasi nyata sila kedua dan kelima Pancasila: kemanusiaan yang adil dan beradab serta keadilan sosial.
Lebih jauh lagi, sistem leuit mencerminkan semangat gotong royong dan kesetaraan yang telah lama hidup dalam budaya Nusantara. Menanam dan memanen dilakukan secara bersama, dan hasilnya pun dibagi merata demi kepentingan bersama, bukan individu. Sistem ini menjadi cerminan sila ketiga: "Persatuan Indonesia", di mana kekuatan kolektif menjadi fondasi utama ketahanan. Ini adalah bentuk ekonomi moral yang selaras dengan visi bangsa, bukan ekonomi pasar bebas yang menihilkan rasa solidaritas.
Penerapan sistem lumbung adat Baduy sebagai model Bulog masa depan Indonesia memerlukan perubahan mendasar, bukan hanya dalam kebijakan pangan, tetapi juga dalam cara berpikir bangsa. Sudah saatnya bangsa ini menyadari bahwa solusi atas krisis tidak selalu datang dari Barat. Alih-alih mengejar modernitas semu, bangsa ini bisa belajar dari masyarakat adat yang hidup berdampingan dengan alam dan berpegang pada prinsip hidup yang bijaksana. Hal ini menuntut penanaman kembali nilai-nilai Pancasila dalam sistem pemerintahan dan pendidikan nasional.
Dengan menjadikan lumbung adat Baduy sebagai inspirasi, Indonesia bisa membangun ketahanan pangan yang lebih adil, berkelanjutan, dan berakar pada jati diri bangsa. Hal ini tidak hanya akan menguatkan struktur pangan nasional, tetapi juga mempertegas kembali identitas bangsa sebagai negara yang berlandaskan Pancasila dan menghargai keberagaman lokal. Sebagaimana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh progresif seperti Dedi Mulyadi, transformasi besar bangsa ini tidak bisa dilepaskan dari akar budaya sendiri yang sudah lama mengandung solusi peradaban.
Gagasan tokoh seperti Dedi Mulyadi yang mengangkat kembali nilai-nilai kebudayaan Sunda dan sistem ketahanan pangan Baduy adalah contoh nyata respon kritis terhadap dominasi pola pikir pembangunan ala Barat. Beliau menegaskan pentingnya membangun masa depan bangsa dengan kembali ke akar, yaitu kearifan lokal dan jati diri bangsa yang berakar kuat dalam relasi manusia dengan alam. Dalam konteks ini, leuit Baduy tidak hanya relevan sebagai model ketahanan pangan, tetapi juga sebagai simbol perlawanan kultural terhadap sistem ekonomi yang mengabaikan nilai-nilai keberlanjutan dan keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam Pancasila. Maka, saat bangsa ini hendak melangkah ke masa depan, arah perubahannya bukan sekadar teknokratis, tetapi juga filosofis: membangun Indonesia yang sejati dari dalam dirinya sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI