Detail Kasus
Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd, dahulu ARB / 12/14 v. Republik Indonesia (Kasus ICSID No. ARB / 12/14 dan 12/40)
Para Pihak                                                                                                                 Â
Penggugat: Â Churchill Mining Plc ( Inggris) dan Planet Mining Pty Ltd (Australia)
Tergugat : Republik IndonesiaÂ
Perwakilan Sidang Gugatan
Penggugat: Clifford Chance, Perth, Australia, London, Inggris, Hong Kong, dan Washington, D.C., A..S.A.
Tergugat: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, Indonesia
  Armand Yapsunto Muharamsyah & Patners, Jakarta, Indonesia
Curtis, Mallet-Prevost, Colt & MosIe, Washington, D.C., A.S.
Rincian prosedural
Subyek Perselisihan: Proyek penambangan batubaraÂ
Sektor Ekonomi: Instrumen Minyak, Gas & PertambanganÂ
yang diajukan: i BIT Australia - Indonesia 1992, BIT Indonesia - Inggris Raya dan Irlandia Utara 1976 Aturan yang Berlaku: Konvensi ICSID - Aturan Arbitrase
Tanggal Pendaftaran Kasus: 22 Juni  2012Â
Tanggal persidangan     :  3 Oktober 2012
Komposisi Tribunal:Â
Presiden: Gabrielle Kaufmann-Kohler (Swiss)Â
Arbitrator:  Albert Jan Van Den Berg (Belanda)& Michael Hwang  (Singapura)
Formulasi Gugatan: 1. ada serangkaian tindakan yang berujubg pada ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) dan perlakuan yang tidak adil dan seimbang (fair and equitable treatment) yang menimbulkan kerugian investasi Churchill mining dan planet mining melalui pencabutan kuasa pertambangan/izin pertambanganb(KP/IUP)
2. adanya eksploitasi mitra kerja para penggugat oleh Bupati Kutai TimurÂ
Tuntutan      :  menuntut ganti rugi senilai USD 1,14 Miliar ditambah bunga senilai USD   16 juta total ganti rugi sebesar USD 1,31 Miliar.
Proses dan Hasil: terhitung ada 6 atau 7 kali siding dalam penyelesaian kasus
Sidang pertama melalui video conference tanggal 27 november 2012 dan sidang akhir pada tanggal  22 Desember 2016 memenangkan Republik Indonesia dalam kasus sengketa ini. Adanya pemalsuan dokumen oleh pihak penggungat membuat Indonesia lolos dari gugatan yang di ajukan para penggugat
Analisis:
Bedasarkan kasus gugatan ini, telah memperlihatkan betapa pemerintah abai terhadap berbagai perjanjian yang telah ditandatangani. Salah satu nya penandatangan Bilateral Investment Treaty (BIT) yang menyangkut kasus Churchill mining. Sehingga semakin banyak Indonesia menandatangani perjanjian perdagangan bebas maka peluang untu melindungi kepentingan nasional semakin kecil dan berpotensi untuk di gugat. Terlepas dari buruknya sistem administrasi pemberian izin tambang di pihak daerah maupun pusat adalah salah satu persoalan tersendiri. Kasus ini memakan waktu yang sangat panjang yaitu dari tahun 2012 sampai tahun 2016.
Yang menarik dari putusan kasus Churchill ini adalah majelis arbitrase tidak menerima gugatan Churchill dikarenakan ada 34 dokumen perizininan tambang perusahaan tersebut dianggap tidak otentik dan tidak sah. Dokumen tersebut merupakan hasil dari pemalsuan dan penipuan.
Untuk pertama kalinya, Indonesia berhasil memenangkan gugatan melawan perusahaan tambang asal Inggris, Churchill Mining Plc, dan anak perusahaannya di Australia, Planet Mining Pty Ltd. Indonesia lolos dari  gugatan sebesar USD 1,31 Miliar atau sekitar Rp17 Triliun ini merupakan gugatan yang bombastis. Sebaliknya, perusahaan itu harus membayar biaya perkara dan persidangan yang telah dieluarkan pemerintah Indonesia sebesar USD 8,64 juta dan sejumlah administrasi lainnya senilai USD 800.000.