Sebagai umat beragama Hindu kita percaya bahwa tujuan akhir umat Hindu adalah untuk mencapai Moksha. Dimana dalam mencapai semua itu kita perlu pondasi untuk berhasil mendapatkannya. Ajaran Catur Marga Yoga sangat relevan sebagai penunjang semua itu. Catur Marga Yoga berati empat jalan spititual yang mempu menghantarkan kita pada kesempurnaan hidup agar bersatu dengan Tuhan.
Dalam ajaran agama Hindu, khususnya di Bali, dikenal sebuah konsep spiritual yang disebut Catur Marga Yoga, yaitu empat jalan utama menuju penyatuan dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan). Keempat jalan ini adalah Bhakti Yoga, Karma Yoga, Jnana Yoga, dan Raja Yoga. Konsep ini bukan hanya teori spiritual, melainkan juga diterapkan dalam kehidupan sehari-hari umat Hindu, terutama dalam pelaksanaan hari besar keagamaan seperti Hari Raya Nyepi dan Ngembak Geni.
Nyepi, yang merupakan perayaan Tahun Baru Saka, bukan sekadar hari hening, melainkan sebuah momen kontemplatif yang dalam, di mana umat Hindu Bali menjalankan Catur Brata Penyepian: Amati Geni (tidak menyalakan api/lampu), Amati Karya (tidak bekerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak menghibur diri). Keesokan harinya, pada Ngembak Geni, umat saling memaafkan dan mempererat hubungan sosial. Berikut merupakan penerapan Catur Marga Yoga dalam hari raya Nyepi:
1. Bhakti Marga
Bhakti Marga merupakan suatu jalan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan melalui pengabdian dan cinta kasih yang tulus. Ini adalah salah satu dari empat jalan utama pada Catur Marga Yoga dalam ajaran Hindu untuk mencapai moksha (pembebasan). Jalan ini berfokus pada hubungan emosional dan personal dengan Tuhan, menganggap-Nya sebagai sosok yang dicintai dan dihormati. Pada saat hari raya Nyepi kita dapat menerapkan ajaran Bhakti Marga ini dengan mendekatkan diri kepada tuhan dengan cara bersembahyang atau melakukan puja Tri Sandhya.
2. Karma Marga
Karma Marga yakni jalan spiritual untuk mencapai kesempurnaan melalui tindakan tanpa pamrih (tulus ikhlas). Hal ini mengajarkan bahwa setiap tindakan, baik besar maupun kecil, harus dilakukan dengan niat yang bersih dan tidak terikat pada hasil atau imbalan. Tujuannya adalah untuk membersihkan karma buruk dan mengumpulkan karma baik, yang pada akhirnya akan membawa pada pembebasan. Contoh penerapan ajaran Karma Marga pada saat nyepi yaitu dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian.
3. Jnana Marga
Jnana Marga adalah jalan spiritual untuk mencapai pencerahan melalui pengetahuan atau kebijaksanaan. Jalan ini menekankan pada pemahaman mendalam tentang hakikat Atman dan Brahman. Praktisinya berusaha membedakan antara yang kekal dan yang tidak kekal. Contoh penerapan Jnana Marga pada saat nyepi adalah dengan membaca kitab-kitab suci di rumah, seperti Bhagawad Gita.
4. Raja Marga
Raja Marga merupapan jalan spiritual yang mengarah pada kesadaran tertinggi melalui pengendalian pikiran. Jalan ini sering disebut sebagai "yoga raja" atau "yoga kerajaan" karena dianggap sebagai jalan tertinggi yang menggabungkan unsur-unsur dari ketiga marga lainnya. Ini berfokus pada disiplin mental dan fisik untuk mengendalikan indra dan pikiran agar mencapai ketenangan batin. Contoh penerapannya pada saat nyepi yakni dengan bermeditasi untuk menjernihkan pikiran.
Ngembak Geni merupakab tradisi umat Hindu Bali yang dirayakan sehari setelah hari raya Nepi yang menandakan berakhirnya perayaan Hari Raya Nyepi dan Catur Brata Penyepian, di mana masyarakat kembali bebas beraktivitas, bersilaturahmi, dan juga melakukan persembahyangan serta penyucian diri (melukat) di tempat-tempat suci seperti pantai untuk menyambut semangat baru dan kehidupan yang damai serta sejahtera. Pada saat ngembak Geni kita juga dapat menerapkan ajaran Catur Marga Yoga diantaranya :
1. Bhakti Marga
Pada hari Ngembak Geni, biasanya umat Hindu melaksanakan sembahyang bersama di rumah atau pura keluarga. Doa yang dipanjatkan merupakan bentuk Bhakti Yoga, yaitu pengabdian tulus kepada Tuhan. Tidak hanya itu, sikap saling memaafkan dan mempererat hubungan antar keluarga, teman, dan tetangga juga merupakan bentuk nyata dari Bhakti karena kasih sayang kepada sesama merupakan wujud cinta kepada Tuhan.
2. Karma Marga
Ngembak Geni juga menjadi saat yang tepat untuk melatih Karma Yoga, yaitu melakukan tindakan dan pelayanan dengan ikhlas, tanpa mengharapkan imbalan. Â Contoh penerapannya adalah dengan mengunjungi sanak saudara, bergotong royong dan masih banyak lagi . Hal itu akan mewujudkan keharmonisan antar sesama.
3. Jnana Marga
Walaupun suasana pada saat Ngembak Geni lebih sosial dan terbuka dibanding saat Nyepi, tetapi akan tetap membawa kesempatan untuk menerapkan Jnana Yoga, yaitu jalan pengetahuan dan kebijaksanaan. Contoh penerapan Jnana Marga pada saat Ngembak Geni yakni dengan melalui percakapan dan refleksi bersama keluarga atau komunitas, umat dapat berbagi pemahaman spiritual dan nilai-nilai kebaikan. Ini membentuk dasar pengetahuan spiritual yang kuat untuk menjalani tahun berikutnya dengan lebih bijaksana dan penuh kesadaran.
4. Raja Marga
Raja Marga menekankan pada disiplin batin, pengendalian pikiran, dan meditasi. Meskipun Ngembak Geni adalah waktu bersosialisasi, umat Hindu diajak untuk tetap menjaga keseimbangan batin dan tidak berlebihan dalam kegembiraan. Mengendalikan emosi ketika meminta atau memberi maaf, menahan ego dalam pergaulan, dan tetap menjaga kesadaran diri saat berinteraksi.
"Yo-yo y-y tanu bhakta raddhayrcitum icchati, tasya-tasycal raddh tm eva vidadhmy-aham" dari Bhagavad Gita (7:21), berarti "Dewa apa pun yang ingin disembah seorang penyembah dengan keyakinan, Aku mengukuhkan keyakinan mereka kepada dewa tersebut." Ini adalah manifestasi dari toleransi dan fleksibilitas spiritual dalam Hindu. Contoh konkretnya adalah umpanya seorang mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam studinya dan berdoa kepada Dewi Saraswati, dewi ilmu pengetahuan. Dia merasa bahwa Dewi Saraswati adalah satu-satunya entitas yang dapat membantunya melewati ujian. Sesuai dengan sloka, ketulusan dan keyakinan wanita ini kepada Dewi Saraswati akan membuat Tuhan memberikan berkah yang setimpal, menguatkan keyakinannya, dan membantunya mendapatkan pemahaman yang lebih baik dalam studinya.
Berdasarkan sloka Sarasamucaya I.4, yang menyatakan bahwa menjadi manusia adalah kesempatan utama karena kita dapat melepaskan diri dari penderitaan dan siklus kelahiran kembali (samsara) melalui perbuatan baik (subhakarma), ada beberapa hal konkret yang bisa dilaksanakan yakni :
1. Meningkatkan Rasa Syukur dan Kesadaran
Hal pertama yang dapat dilakukan dengan memahami bahwa hidup ini adalah anugerah spiritual. Sadari bahwa Anda memiliki kesempatan langka untuk mencapai pencerahan, yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Dengan kesadaran ini, Anda akan lebih menghargai setiap momen dan tidak menyia-nyiakan hidup dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Ini juga akan menumbuhkan rasa syukur yang mendalam atas kesempatan menjadi manusia.
2. Melakukan Dharma dengan Tulus Ikhlas
Melakukan dharma, atau kewajiban dan tugas hidup Anda, dengan penuh tanggung jawab dan ketulusan. Ini mencakup peran Anda sebagai anak, orang tua, anggota masyarakat, atau profesional. Lakukan tugas-tugas ini tidak hanya demi imbalan duniawi, tetapi sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan dan sesama. Contohnya, berbakti kepada orang tua, menolong saudara yang kesusahan, dan bergotong royong.
3. Mengembangkan perbuatan baik
Berfokus pada perbuatan baik. Ini adalah inti dari sloka tersebut. Perbuatan baik tidak hanya terbatas pada ritual keagamaan, tetapi juga tindakan sehari-hari yang didasari oleh kasih sayang, altruisme, dan tanpa pamrih. Contohnya tindakannya dengan melakukan dana punia, dan menghindari ajaran adharma atau hal-hal negatif.
Dalam Hindu kita memiliki kepercayaan dalam menghormati roh para leluhur atau orang suci pendahulu. Kita menyebutnya dengan Pura Pedharman atau Pura Kawitan. Fungsinya Pura ini adalah untuk menghormati dan mendoakan roh suci leluhur dan juga menjadi simbol ikatan antara leluhur dan generasinya.
Tempat suci Hindu pada umumnya terletak di tempat-tempau yang dikelilingi oleh alam sekitar yang asri, seperti laut, Pantai, gunung, gua, hutan, dan lainnya. Hal ini terjadi karena dalam kitab suci Weda, alam diyakini memiliki energi spiritual yang tinggi dan mempunyai suasana yang mampu menghadirkan kedamaian dan ketenangan untuk memusatkan pikirian.
Pura yang dijadikan tempat pemujaan Dewa-Dewi diantaranya ada Pura Khayangan jagat sebagai tempat suci yang memuja Dewa Wisnu, dan juga Pura Ulun Danu Bratan sebagai tempat suci untuk memuja Dewi Laksmi. Dalam inkarnasinya ke dunia, Dewa Wisnu bereinkarnasi sebagai Krishna juga di damping oleh Dewi Laksmi yang bereinkarnasi sebagai Radha. Serta pula pada saat Dewa Wisnu bereinkarnasi sebagai Rama, Dewi Laksmi pun turut mendampingi dengan bereinkarnasi sebagai Sita yang dimana merupakan istri dari Rama. Dewa Wisnu dan Dewi Laksmi memiliki hubungan yang sangat erat dikarenakan Dewi Laksmi merupakan saktinya Dewa Wisnu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI