Mempertahankan Buah Hati
Ketika seekor induk angsa sedang menggendong keempat anaknya di sebuah sungai yang airnya jernih berkilauan, suasana begitu damai. Angin semilir berhembus dari pepohonan di tepi sungai. Daun-daun bambu bergoyang, menciptakan suara lirih seperti irama musik alam. Keempat anak angsa tampak riang, berenang di samping sang induk. Sesekali mereka menyembulkan kepala, berkejar-kejaran, atau bersembunyi di balik sayap ibunya. Hari itu, sungguh pagi yang indah.
Namun, ketenangan tidak bertahan lama. Dari ketinggian, seekor elang melayang-layang sambil mengamati. Mata tajamnya menyapu permukaan sungai. Sejak pagi ia belum menemukan makanan, perutnya keroncongan, sayapnya terasa lemas. Begitu melihat gerombolan angsa kecil yang tampak gemuk dan lucu, nafsunya bangkit. "Inilah kesempatan emas," pikirnya. Dengan cepat ia menukik, menyambar salah satu anak angsa yang terpisah sedikit dari rombongan.
Semua terjadi begitu cepat. Kejutan itu membuat tiga anak angsa lain terpental ke samping. Induk angsa langsung menjerit keras, mengepakkan sayap, dan menyelam cepat mengejar. Tanpa ragu ia menyerang elang dengan paruhnya yang keras. Ia mematuk, memukul dengan sayap, bahkan menubruk tubuh elang berulang kali. Elang yang tadinya yakin bisa dengan mudah membawa pulang mangsanya kini terperanjat. Ia tak menduga induk angsa seberani itu.
"Lepaskan anakku!" seru induk angsa. Patukannya mendarat berkali-kali hingga membuat elang kesakitan. Cengkeraman elang pun longgar, anak angsa terlepas dan segera berenang kembali ke pelukan induknya.
Elang jatuh ke permukaan air, terapung lemah. Ia mengerang kesakitan, bulunya berantakan, sayapnya kaku. Induk angsa masih marah, matanya berkilat penuh amarah bercampur cinta yang membara pada anak-anaknya.
"Silakan kau berburu, Elang! Tetapi jangan sekali-kali mengganggu anakku!" suaranya keras bergetar.
Elang tidak bisa menjawab, hanya menundukkan kepala. Matanya menunjukkan penyesalan. Ia sadar betapa salah langkahnya.Â
"Selapar-laparnya aku, seharusnya tak kuambil anak dari induknya," batinnya.
Saat itu, seekor burung kolibri melintas. Tubuh mungilnya berputar-putar di udara, bulu berwarna-warni berkilau diterpa cahaya matahari. Ia menyaksikan langsung peristiwa itu dan bergumam lirih, "Hmm ... begitulah perjuangan seekor induk mempertahankan buah hatinya. Kecil ataupun besar, siapa pun akan berjuang demi anak."
Kolibri menatap elang yang mengapung lemah, lalu berkata dengan suara lembut namun tegas, "Saudaraku, kita semua memang lapar. Tetapi ketika mencari makanan, berpikirlah dua kali. Jangan ambil yang dimiliki dan dicintai hewan lain. Ingat, anak adalah permata hati sang induk. Kalau anakmu diganggu, apa kau akan diam saja?"