Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - suka nulis dan ngedit tulisan

mencoba mengekspresikan diri lewat tulisan receh

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Denting Hujan di Kebun Kopi

4 Mei 2024   06:55 Diperbarui: 4 Mei 2024   09:34 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Para pasien yang terdaftar sekitar tujuh puluhan. Ada yang bisa datang ke tempat tersebut, dan ada juga yang harus ditangani secara kunjungan. Salah satu dokter menjadi dokter terbang dengan diantar oleh sepeda motor yang telah disiapkan sebelumnya.

Sementara para dokter melayani pasien dengan gratis, aku pun meluangkan waktu untuk berjalan-jalan di seputaran area. Sayang hujan masih mengguyur meski dengan titik-titik tipisnya. Ya, rinai itu mengurungkan niatku untuk berjalan menuju telaga seperti direkomendasikan mantan muridku beberapa tahun silam. Aku cuma berkutat di seputaran rumah besar itu.

Rupanya rumah ini semacam pendopo pada zaman dulu. Ruang tamunya sangat luas dengan empat pilar yang menyangga atap, dengan sebutan sokoguru. Namun, bentuk ruang sudah direnovasi sedemikian rupa sehingga tidak lagi seluas sebelumnya. Sudah ada bilik-bilik dan bilik-bilik itulah yang bisa dimanfaatkan sebagai ruang pemeriksaan.

Di depan beranda rumah besar kulihat ada seekor monyet yang diikat rantai, beberapa pohon buah seperti jambu monyet, jambu darsono, jambu biji.

Juga ada beberapa pohon pinang yang menjulang tinggi. Pohon ini menjadi primadona karena pinangnya, batangnya, dan bunganya. Tahu, kan? Batang pinang selalu dihadirkan saat lomba panjat pinang agustusan, atau untuk titian dipasang melintang yang menjembatani dua daerah sebagai jembatan penyeberangan. Bunganya sangat berguna untuk acara pernikahan, pelengkap kembar mayang pengantin adat Jawa, dan buahnya sebagai pelengkap makan sirih. Di desa masih ada saja orang tua yang terbiasa makan sirih, loh!

Di sebelah sayap kanan ada tanaman labu siam yang merambat dan diatur sedemikian rupa dengan buah bergelantungan. Agak menjorok kulihat ada pohon langsat yang sedang berbuah, namun masih hijau. Juga beberapa pohon pepaya dengan buahnya yang ranum dan masak pohon dan dimangsa codot. Sayang sekali, pohonnya terlalu tinggi!


Lalu tampak jauh di pohon mangga bagian atas ada tertempel sekumpulan anggrek bulan dan anggrek merpati. Namun, sayang, bunganya sedang tidak muncul.

Tiba-tiba entah dari mana ada seorang anak kecil berusia sekitar enam tahunan yang melewati jalan setapak dari arah belakang rumah. Di belakang rumah tersebut memang terdapat jalur bersambung dengan kebun kopi yang pohonnya sedang berbunga dan berbuah lebat. Di sela-sela kebun kopi itu memang terdapat jalanan setapak menuju arah kampung sebelah. Bahkan, ada jalan pintas menuju telaga, tempat masyarakat mengambil air jika musim kering tiba.

Sementara itu ada saluran pipa PDAM khusus menyalurkan air sumber ke rumah-rumah penduduk desa sebagai hasil dari proyek KKN mahasiswa. Khusus untuk keperluan air minum dan memasak saja.

"Lho, ... Nak, kamu dari mana, mencari siapa?" tanyaku. Namun, anak kecil tadi rupanya takut sehingga berlari menjauhiku.

Namun malang, kakinya terantuk akar pohon sehingga ia jatuh terjerembab. Aku berteriak meminta tolong pengantar pasien yang bisa menggendong anak tersebut untuk sekalian diobati oleh mahasiswa kedokteran yang bertugas di bagian obat-obatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun