Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - pengangguran banyak acara

Ninik Sirtufi Rahayu, (Ni Ayu), gemar disapa Uti. Lahir 23 November di Tulungagung, domisili di Malang, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kuntum Kembang Kamboja

29 Maret 2024   22:36 Diperbarui: 30 Maret 2024   04:36 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dikatailah aku olehnya demikian, "Dasar wanita bensin!"

Karena emosi kukatakan dengan lantang, "Siapa pun lelaki yang melamarku membawa sepeda motor inreyen (baru) aku mau menjadi istrinya!"

Ternyata, di ruang tamu indekosku ada seseorang yang mendengar dan katanya sudah lama menaksir diriku. Hal itu selalu diungkapkan dalam doanya untuk memintaku dari tangan Tuhan.

Minggu berikutnya aku libur semester dan pulang ke desa. Saat itulah, tamu tersebut datang mencariku ke desa dengan membawa sepeda motor baru demi melamarku! Nah, menikahlah kami secara mendadak karena sayembara yang kukatakan sendiri. Jadi, bukan MBA, merried by accident, ya!

Puluhan tahun setelahnya, di bulan Desember yang sama. Sedang berada di pemakaman Kristen terbesar di kotaku seperti saat ini, mengingatkan pada beberapa peristiwa penting yang cukup mengharu biru.

Namanya saja pemakaman, aura hening dan lengang pasti mewarnainya. Belum lagi dengan pajangan bunga kamboja ciri khas pemakaman itu. Begitu menggelitik memori dan tersimpan rapi di telung sanubari. Mau tak mau, terkuaklah pula nostalgia walau tersimpan cukup lama.

Lahir, jodoh, dan mati adalah misteri ilahi yang tak dapat diprediksi. Yang sakit beberapa lama masih diberi umur, sementara yang sehat, segar bugar bisa saja tiba-tiba diambil-Nya. Benar-benar otoritas Allah sang pemberi dan pemilik hidup dan kehidupan. Apa pun masalah dan bagaimana pun caranya, benar-benar di luar wewenang makhluk ciptaan-Nya.

Melihat beberapa pohon kamboja, benar-benar menghipnotis dan mengingatkanku. Secara audible, kudengar suara merdu penggal lagu, "Menanti di bawah pohon kamboja .... Datangnya kekasih yang kucinta ...."

Refleks aku melangkah hendak mengambil guguran mahkota bunga kamboja. Hujan deras semalam menyisakan becek di area makam. Terpelesetlah aku di antara rerumputan dan terhenti tepat di depan sebuah makam. Tak berkedip kulihat nama pada nisan yang sudah diubah menjadi cukup besar di bawah tanda salib.

"Oh, my God!" aku terpekik.

Nama, tanggal lahir, dan tanggal wafatnya terpampang di sana. Hari ketika wafat dan dimakamkan, aku tak bisa mengiringinya karena bertepatan dengan musim Covid-19 silam. Rasa kehilangan yang amat dalam mengiris-iris hati tipis ini. Derai hujan yang belum terhenti pun diikuti oleh deras lelehan tirta netraku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun