Mohon tunggu...
Ninik Karalo
Ninik Karalo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik berhati mulia

Fashion Designer, penikmat pantai, penjelajah aksara-aksara diksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita Impas, Ma!

7 Juli 2020   23:03 Diperbarui: 8 Juli 2020   20:19 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kepala Momo tiba-tiba berdenyut. Matanya terasa berkaca-kaca. Degup jantungnya tak bisa diajak damai. Sudah dicoba untuk menarik napas dalam-dalam agar tenang, namun tetap saja gemuruhnya bagai ombak badai yang sedang mengamuk. Semakin lelaki itu mendekat melewati tempat ia berdiri, semakin yakin ia, itu Daviandra. Pandangan lelaki itu lurus.

Momo memohon doa semoga ia melirik ke arahnya. Seribu satu harapan hinggap di dalam nalar perempuan itu. Ketiganya terus melangkah hingga ke tempat duduk wanita cantik nan imut itu. Daviandra mengambil tempat di sebelahnya. Belum berakhir kesibukannya menghandle kekisruhan dalam pikirannya, seorang bapak yang tengah berjalan di samping Bu Sunny, mereka begandengan mesra. mereka pun duduk mengapit kedua mempelai.

Rasanya suasana itu mengubah raut Momo. Ia pucat total. "Yeaah, itu kan, Papa. Oh my God. Dia Papaku. Tapi ini tak mungkin!" kata hatinya.Keyakinannya mmemerosokkan tubuhnya jauh ke dalam kekisruhan yang paling dalam. Mengapa tidak? Ibu rumah yang sekaligus bos kantor yang selama ini dipujanya, disayanginya seperti menyayangi ibunya sendiri, ternyata menyimpan borok yang mematikan.

Hatinya hancur berkeping-keping. "Jadi, apa yang diceritakan Tante Risna selama ini, bahwa ayahnya punya perempuan simpanan, itu benar adanya? Pantas saja tak pulang-pulang. Rasanya aku tak sanggup menahan sesaknya dada ini. Ternyata kaulah madunya Mama. Kamu benar-benar hebat memainkan sandiwara ini. Berkedok senyum menawan ternyata dalamnya duri. Kau benar-benar menusukku dari belakang. Rintih Momo.

Si raja kunang-kunang kini menggelayut di pelupuk matanya. Terasa berat. akhirnya ia tak tahu apa-apa lagi.

**

Momo mulai bergerak. "Bu, kamu tega melakukan ini padaku." Suara Momo antara tidur dan jaga. Seorang perempuan paruh baya mengelus-elus rambut Momo. Ia membuka matanya perlahan. Ia mulai sadar. Sentuhan sang mama menyadarkannya. Sulit mata itu terbuka.

Samar dipandanginya mereka satu demi satu. Kebencian merong-rong jiwa yang meringis perih. Lama baru Momo mengenali sang mama."Aku di mana, Ma?"

Ia sempat bertanya di mana Andra dengan berbisik ke telinga mamanya. Dari sang mama pula ia mengetahui di mana Andra berada. Ia juga menanyakan bagaiman sang mama bisa sampai ke tempat ini. Ternyata Mama dijemput sopir Papa.

Momo tahu kehadiran orang rumah di ruang itu hanya sekadar basa-basi belaka. Ia pun mengajak sang mama untuk segera meninggalkan tempat itu.

Dibuangnya selimut yang masih melekat di tubuhnya. Tak terasa air matanya telah membasahi kedua pipinya. Ia tak mampu menahan desakan air yang sudah menggumpal di pelupuk matanya, seperti tak mampunya ia mempertahankan hubungannya dengan Divadiandra atau pun hubungan lelaki paruh baya itu dengan sang mama tersayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun