"Ya udah. Tapi kamu tetap harus jalan bareng aku, ya?"Fira diam sejenak, lalu tersenyum.
"Iya," jawab Dinda, kali ini sambil tersenyum lebih lebar,"Ayo, kita berangkat. Nanti terlambat,
Di dalam kelas, Dinda duduk paling depan. Bu Rani, guru Bahasa Indonesia, masuk sambil membawa tumpukan buku. Suasana riuh saat Bu Rani meminta anak-anak menceritakan isi buku yang sudah mereka baca. Tugas membaca satu minggu satu buku bacaan, dan membuat review buku itu.
Banyak yang gugup, sebagian tertawa salah tingkah, namun giliran Dinda tiba, semua perlahan diam. Anak itu berjalan pelan ke depan kelas. Langkahnya ragu, namun wajahnya tenang. Ia berdiri di depan papan tulis, menghela napas dalam-dalam, lalu mulai bercerita.
Beberapa anak mulai berbisik sambil menunjuk sepatu Dinda yang usang dan sobek di bagian samping.
"Eh, sepatu siapa tuh? Kayak habis digigit anjing!"ejek Rico sambil menunjuk kaki Dinda.
Tawa pun pecah di antara mereka. Wajah Dinda memerah, matanya berkaca-kaca, namun ia hanya menunduk tanpa berkata apa-apa. Saat itulah Fira melangkah maju, berdiri di samping sahabatnya dan menatap Rico tajam.
"Lebih baik pakai sepatu rusak tapi jujur dan rajin, daripada sepatu mahal tapi suka merendahkan orang lain!" katanya lantang.
Anak-anak yang tadi tertawa kini terdiam, sementara Dinda menoleh perlahan ke arah Fira, matanya menyimpan rasa terima kasih yang tak terucap.
Dinda bercerita dengan lantang tentang buku yang sudah dibacanya. Buku berjudul "Nabi Ayub dan Kesabaran." Nabi Ayub yang diuji oleh Allah dengan penyakit kulit yang tidak sembuh-sembuh sehingga banyak orang yang menjauhinya. Namun, berkat kesabaran, Nabi Ayub sembuh dari penyakitnya.
"Ibu senang kamu bisa menyampaikan cerita dengan baik. Teruslah membaca, ya." Bu Rani memuji Dinda dengan tulus.