Mohon tunggu...
Nina Sulistiati
Nina Sulistiati Mohon Tunggu... Guru - Belajar Sepanjang Hayat

Pengajar di SMP N 2 Cibadak Kabupaten Sukabumi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepergian Nadia

21 Agustus 2022   16:06 Diperbarui: 21 Agustus 2022   18:34 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi By Canva

Saat siuman, aku berada di ruang perawatan. Tubuhku terasa lemas dan sulit kugerakan. Aku melihat mas Danu dan anak sulungku sedang berdiri di sampingku. Pelan-pelan aku berusaha duduk.

"Alhamdulillah, Bunda sudah siuman. Hati-hati Bunda," kata Bimo sambil membantuku duduk.

"Bagaimana kondisi Nadia, Yah?" tanyaku sambil memandang mas Danu.

"Nadia dipindahkan ke ruang ICU, Bun. Kondisinya semakin memburuk. Kita harus ikhlas dan sabar, Bunda," ujar suamiku pelan. Dia pasti tidak mau membuatku pingsan lagi. Mas Danu dan Bimo memelukku dan memberikan kekuatan,

Aku terpaksa harus rawat inap karena tubuhku masih lemas. Luka bekas operasi Caesarku terasa sakit sehingga aku tidak boleh bergerak banyak.

Keesokan harinya, selang infus di tanganku sudah bisa dicopot. Aku sudah pulih. Aku memang harus kuat menerima ujian ini.

Kemudian aku meminta mas Danu mengantar ke ruang ICU. Aku ingin menengok Nadia. Tubuh mungilnya dipenuhi oleh kabel dan selang. Di bagian dada ada alat yang dihubungkan dengan EKG. Hidung Nadia dipasangi selang oksigen dan tangannya ditusuk oleh jarum infus.

Aku membacakan surah Yasin dan ayat lima dengan lirih. Aku berusaha menahan tangis. Suster memberiku tempat duduk agar tubuhku tak limbung.

Beberapa saat kemudian, aku melihat grafik di EKG terlihat lurus. Aku berusaha menahan tangisku. Mas Danu yang menunggu di ruang ICU segera membimbingku keluar.

Aku melihat dari balik kaca ruang ICU, suster mencopot kabel-kabel dan selang yang ada di tubuh Nadia. Bimo dan mas Danu memelukku dan menahan tubuhku agar tak pingsan.

"Innalilahi wa inna ilahi rojiun, "gumam Bimo lirih," Sabar, Bunda."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun