Dilthey memandang realitas sosial bukan sebagai entitas luar yang dapat diukur secara objektif, melainkan sebagai kehidupan itu sendiri (das Leben) yang harus dipahami dari dalam. Manusia hidup di dalam Lebenswelt dunia yang penuh makna, nilai, dan pengalaman. Dalam dunia ini, angka dan laporan akuntansi tidak pernah netral; mereka mencerminkan pengalaman hidup manusia ekonomi.
Akuntansi hidup di dalam konteks sosial historisnya. Dalam masyarakat pedagang tradisional, laba dimaknai sebagai "rezeki", tanda keberkahan yang mengandung nilai spiritual. Di dunia korporasi modern, laba menjadi indikator kinerja dan legitimasi publik. Sementara dalam ekonomi pesantren atau koperasi, laba bisa dipandang sebagai keseimbangan moral antara usaha dan doa, antara keuntungan pribadi dan kebermanfaatan sosial. Artinya, realitas akuntansi selalu bersifat inter-subjektif dan historis, tidak pernah universal.
Simbol sebagai Jejak Kehidupan
Dilthey melihat bahwa manusia mengekspresikan kehidupannya melalui simbol (Symbol). Simbol adalah bentuk lahir dari kehidupan batin. Bahasa, seni, bahkan angka adalah simbol dari pengalaman manusia.
Dalam akuntansi, angka-angka bukan sekadar data, melainkan simbol kehidupan ekonomi. Saldo kas bisa menjadi simbol rasa aman; laporan tahunan bisa menjadi simbol pengakuan; pajak bisa menjadi simbol tanggung jawab sosial. Angka-angka ini tidak bermakna sebelum ditafsirkan.
Maka, tugas akuntan hermeneutik adalah menafsir simbol, bukan hanya menghitung. Ia bertanya: apa makna di balik angka ini? nilai apa yang sedang diekspresikan? bagaimana masyarakat menafsirnya? Dengan begitu, akuntansi berubah dari sistem mekanis menjadi bahasa simbolik kehidupan.
Dalam hermeneutika Dilthey, kehidupan mengekspresikan dirinya melalui simbol (Symbol) dan ekspresi (Ausdruck). Simbol adalah jejak kehidupan batin yang tampil di dunia luar. Dalam akuntansi, simbol-simbol itu berupa angka, neraca, laporan tahunan, tanda tangan, dan berbagai ritual administratif. Masing-masing simbol memuat makna eksistensial.
Saldo kas, misalnya, dapat dimaknai sebagai simbol ketertiban dan rasa aman. Laporan tahunan bisa dibaca sebagai ekspresi keinginan perusahaan untuk diakui dan dikenang. Neraca moral pada lembaga sosial menjadi simbol keseimbangan antara materi dan spiritualitas. Maka, simbol-simbol akuntansi tidak sekadar alat komunikasi teknis, melainkan bentuk kehidupan yang menampakkan diri.
Ekspresi (Ausdruck): Bahasa Jiwa Sosial
Konsep penting lain dari Dilthey adalah Ausdruck ekspresi. Ekspresi adalah cara kehidupan batin menampakkan dirinya di dunia luar. Dalam akuntansi, setiap catatan keuangan adalah ekspresi moral dan sosial.
Laporan laba bukan hanya hasil perhitungan, tetapi ekspresi dari nilai kerja keras dan kejujuran. Neraca bukan sekadar daftar aset dan kewajiban, tetapi simbol keseimbangan moral antara hak dan tanggung jawab. Dengan demikian, akuntansi menjadi bahasa jiwa sosial ia menuturkan moralitas masyarakat yang melahirkannya.