Mohon tunggu...
Roneva Sihombing
Roneva Sihombing Mohon Tunggu... Guru - pendidik

Penyuka kopi, gerimis juga aroma tanah yang menyertainya. Email: nev.sihombing@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tuanku Pergi, Tiba-tiba

10 Januari 2022   19:17 Diperbarui: 10 Januari 2022   19:28 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anjing coklat diantara bebungaan. Dokpri.

Tuanku, terbaring di tengah-tengah ruang tamu.
Kursi-kursi dan meja di ruangan itu sudah dikeluarkan.
Dan, diletakkan di teras samping rumah.

Tuanku, berbaring tak bergerak.
Orang-orang di sekitarnya menatap tuanku, dengan wajah penuh duka.
"Ada apa gerangan?"

Orang-orang berdatangan. Semakin lama, semakin ramai orang di ruang tamu.
"Ada apa dengan, tuanku?"
Aku menatap dari tempatku berdiri, tuanku yang terbujur kaku.

Tuanku tidak bangun. Aku masih hendak menyapanya, pagi ini.
Dan, menunggunya di sini.
Rumah terdengar sepi.
Rumah terasa sepi.

Beberapa jam kemudian...
Aku mendengar langkah-langkah kaki tergesa dari arah gerbang rumah.
Dalam gopoh-gopoh itu, terdengar sedu sedan dan isakan tangis.
Dari rumah terdengar ratapan. Makin lama, makin kuat.
Isak tangis dan ratapan, bergantian, berbalas-balasan.

Tuanku tidak bangun. Aku masih hendak menyapanya, siang ini.
Dan, menunggunya di sini.
Rumah terdengar sepi.
Rumah terasa sepi. Tuanku pergi, tiba-tiba.


Kesedihan itu merayap ke tempatku berada.
Tuankukah penyebab isak tangis, sedu sedan dan ratapan itu?
Tuankukah?
"Apa yang kau lakukan, tuanku?"

Langit malam, menggelap,
Mengalirkan udara dingin diiringi gerimis tipis.
Menyanyikan lagu sedih yang tak selesai.

Makin malam, makin dingin. Dingin yang diacuhkan tuanku, kini.
Tuanku, terbujur kaku; orang-orang mengelilinginya, menangis.
Tuanku, terbujur kaku; orang-orang mengelilinginya, berduka.

Seorang perempuan muda mendekatiku.
Menanyakan apakah aku sudah makan.
Aku hendak menjawabnya. Namun, suaraku tak keluar. Aku menatapnya sedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun