Keempat, Korupsi Berjamaah
Tindakan korupsi yang terjadi di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Nusa Tenggara Timur (NTT) umumnya tidak dilakukan secara individu. Praktik ini melibatkan jaringan luas, mencakup kepala dinas, pejabat di tingkat kabupaten atau kota, hingga kolega di pemerintahan provinsi. Korupsi berkembang menjadi praktik kolektif yang terorganisasi, sehingga sulit diungkap tanpa adanya intervensi tegas dari pihak eksternal.
Misalnya dalam sebuah kasus pengadaan alat kesehatan, kepala dinas kesehatan, beberapa pejabat kabupaten, serta staf di pemerintahan provinsi bekerja sama untuk mengatur tender fiktif dan membagi hasilnya.Â
Lemahnya Penegakan Hukum
Masalah bertambah parah dengan penegakan hukum yang melempem. Ketika hukum kehilangan taringnya, pelaku korupsi merasa aman. Mereka tahu bahwa hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Ada kasus-kasus yang penanganannya berlarut-larut. Ada pula terdakwa yang dihukum ringan, bahkan masih bisa beraktivitas politik. Pesan yang sampai ke ASN jelas: korupsi mungkin berisiko, tetapi risikonya kecil dibandingkan dengan "keuntungan" yang diperoleh.
Dalam situasi seperti ini, pendidikan hukum, penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi Daerah (KPKD), atau keterlibatan masyarakat sipil menjadi krusial. Sayangnya, belum tampak komitmen yang kuat dari elite daerah untuk benar-benar memberantas praktik korupsi di level ASN.
ASN koruosi bukan sekedar masalah internal pemerintahan. Dampaknya langsung dirasakan oleh rakyat. Dana pembangunan jalan habis sebelum jalan selesai dibangun. Dana pendidikan tersedot sebelum anak-anak memperoleh fasilitas belajar yang layak. Program-program bantuan sosial mandek di tengah jalan, karena anggarannya bocor di meja birokrasi.
Korupsi ASN memperlebar jurang ketimpangan. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin sengsara. Di daerah-daerah pelosok NTT, infrastruktur dasar seperti air bersih, listrik, jalan, dan sekolah bermutu menjadi impian yang terus tertunda. Semua karena ulah segelintir pejabat yang lebih mementingkan perut sendiri ketimbang pelayanan kepada rakyat.
Reformasi Politik dan Birokrasi
Jika ingin menyelamatkan NTT dari jeratan korupsi ASN, maka pembenahan harus dilakukan dari hulu, yaitu sistem politik. Kepala daerah harus bebas dari beban politik transaksional. Pemilihan pejabat publik harus didasarkan pada merit, bukan pada loyalitas buta atau sumbangan politik.