Ketiga, anak yang menjadi korban kekerasan lebih banyak melaporkan mengalami kesehatan jiwa atau gangguan emosional.
Meski terjadi penurunan kasus kekerasan pada anak dan remaja, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, menyatakan tidak boleh berpuas hati dan berhenti sampai di sini.Â
"Perjalanan kita masih panjang. Seharusnya, tidak boleh ada satu pun anak yang mengalami kekerasan, apapun alasannya," tegasnya.
Karena itu, ia mengajak seluruh pihak untuk memperkuat kembali sinergi dalam memerangi kekerasan terhadap anak.
Ia mengatakan hasil SNPHAR 2021 ini dapat memberikan gambaran yang lebih komprehensif atas isu kekerasan terhadap anak. SNPHAR 2021 ini menjadi sangat penting dalam membantu memahami skala dan permasalahan kekerasan terhadap anak.Â
"Diharapkan bisa menjadi dasar dalam pengembangan kebijakan dan program pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak," katanya. Â
Menurutnya, SNPHAR 2021 ini tidak hanya menjadi sekedar dokumen. Namun juga dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh seluruh pemangku kepentingan. Baik dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi penyelenggaraan perlindungan khusus anak, terutama yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak.
Dikatakan, Kemen PPPA terus melakukan sosialisasi, edukasi dan advokasi dan sinergi dengan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, NGO, stakeholder lain dan media, untuk ikut dalam perjuangan melawan kekerasan terhadap anak.Â
"Pencegahan kekerasan terhadap anak harus dimulai dari lingkup terkecil yaitu di lingkungan keluarga masing-masing hingga lingkup yang lebih besar lagi," tegas Menteri Bintang.
Selain itu, pemerintah juga mendorong perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan untuk berani melaporkan kasus mereka, berani bersuara.Â