Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Minta Maaf Itu Harus Tulus, Jangan Tendensius

19 November 2022   08:20 Diperbarui: 19 November 2022   08:22 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: tribunnews.com


Kepada Bapak Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo berserta seluruh Keluarga Besar Kepresidenan.

Dengan ini saya, Kharisma Jati, meminta maaf kepada Keluarga Besar Presiden RI atas unggahan saya di media sosial yang menyinggung perasaan anggota keluarga Bapak Presiden Joko Widodo, termasuk kerabat; staf; dan pejabat di lingkungan kepresidenan. Permintaan maaf ini saya nyatakan dengan tulus dari lubuk hati yang paling dalam, tanpa unsur keterpaksaan maupun kepura-puraan.

Selain meminta maaf ia juga menyatakan dirinya siap bertanggung jawab secara hukum.

Dan jika dari pihak terkait bermaksud mengadakan tuntutan hukum maka saya akan menerima dengan lapang dada atas segala hukuman yang adil dan setimpal.

Namun tidak ada sedikitpun permintaan maaf saya terhadap para pendukung fanatik rezim ini, yang merasa bisa berbuat sesukanya sendiri tanpa mengindahkan moral dan etika, karena saya bukan penjilat; pembeo; maupun perundung, dan tidak sedikitpun saya membenarkan perbuatan semacam itu. Framing, fitnah, dan ujaran kebencian yang mereka buat hanya mencerminkan arogansi dan kemunafikan mereka.

Demikian surat terbuka ini dibuat dengan penuh kesadaran tanpa paksaan dari pihak manapun.

Begitulah bunyi surat terbuka yang diposting Kharisma Jati di laman Facebook-nya, yang kemudian dikutip media massa dan media sosial.

Surat "permintaan maaf" ini muncul menyusul meme yang dibuat sang komikus asal Yogyakarta itu di akun twitternya @KoprofilJati yang menghina Ibu Negara Iriana Joko Widodo.

Dalam cuitannya itu, Jati memposting foto Ibu Negara RI dan Ibu Negara Korea Selatan Kim Keon Hee dalam momen foto saat gelaran KTT G20 di Bali. Lalu ia membubuhi  dengan caption.

"Bi, tolong buatkan tamu kita minum"
"Baik, Nyonya"

Nah, dialog inilah yang memunculkan kegaduhan. Seketika nitizen pun murka melihat postingan yang menghina Ibu Negara.

Tidak salah juga nitizen marah. Kok bisa-bisanya seseorang yang well educated memposting ujaran yang menghina seseorang. Terlebih seseorang itu adalah Ibu Negara kita, yang menjadi simbol negara kita. Suka atau tidak suka Sekalipun seseorang itu bukan Ibu Negara, tetap saja tidak pantas.

Meski dia mengelak bahwa postingannya itu bukan bermaksud menghina atau merendahkan, tapi tetap saja nitizen tidak bisa menerimanya. Terlebih mengingat dialog dalam captionnya itu tidak ada pihak ketiga. Dialog hanya menggambarkan sosok majikan dan asisten rumah tangga sebagaimana bunyi dalam percakapan tersebut.

Saya saja yang baca saja kesal. Meski saya membuka Twitter tapi ciutan komikus kelahiran 4 November 1986 sudah beredar luas dan terbaca oleh saya. Meski ciutannya sudah dihapus karena memunculkan kegaduhan nasional, bahkan mungkin juga internasional, tetap saja jejak digitalnya masih bisa ditelusuri.

Belakangan, komikus yang sudah menghasilkan buku komik berjudul  Anak Kos Dodol dan God You Must be Joking, meminta maaf. Namun, permintaan maafnya pun menjadi blunder karena bersifat tendensius dan semakin memperkeruh keadaan.

Saya yang membaca surat permintaan maafnya itu, tergeram-geram, kesal, marah. Ada ya orang seperti ini. Bagaimana tidak kesal, orang minta maaf kok tidak tulus, membawa-bawa rezim. Pakai menuliskan permintaan maaf tidak ditujukan kepada nitizen.

Penyampaiannya pun justru memframing dan melakukan perundungan. Tidak sejalan dengan apa yang disampaikannya. Ia tidak mengoreksi dirinya, tidak intropeksi diri.

Pagi-pagi saya dibuat kesal. Ritual pagi saya setelah mengurus anak-anak memang membaca berita-berita di hp saya. Nah, ketemulah berita soal permintaan maaf si Komikus sombong ini. Baca surat terbukanya saya jadi ngedumel-ngedumel. Ah, merusak mood saya saja.

Bukan hanya saja yang ngedumel. Nitizen pun menggeruduk kolom komentar akun Jati. Memberondongnya dengan kemarahan yang sama dengan saya. Ini tidak ada kaitannya dengan dia pro siapa atau mendukung partai politik apa. Ini lebih kepada attitude saja.

Sudah sewajarnya kita, siapapun itu, meminta maaf setiap kali berbuat kesalahan atau membuat orang lain tersakiti. Meski demikian, meminta maaf pun dengan niat dan cara yang benar, bukan malah membuat suasana makin keruh.

Ucapkan permintaan maaf dengan ketulusan dan kesadaran akan apa yang telah diperbuat. Akui saja sih apa yang sudah dilakukannya adalah salah. Mengakui kesalahan sendiri dengan lapang dada.

Jangan mencari-cari alasan. Jangan mencoba untuk membenarkan perbuatan yang sudah dilakukan. Mencari alasan itu biasanya disertai dengan kata "jika atau kalau". Sebaiknya to the point.

Selain itu, jangan juga menyalahkan pihak lain atau melemparkan kesalahan kepada orang lain bahwa dirinya melakukan kesalahan itu karena orang tersebut. 

Bunyi surat permohonam maaf yang saya warnai dengan warna biru itu, secara tidak langsung dia melemparkan kesalahan kepada pihak lain dengan pernyataan yang menyudutkan. 

Kan jadi tidak terlihat elok. Di awal meminta maaf, eh di akhir surat malah memancing kemarahan baru.

Kekinian, postingan komikus itu berbuntut panjang. Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid menyampaikan pihaknya tengah menyelidiki identitas pelaku yang dianggap telah menghina Iriana Jokowi. Penyidik telah menemukan unsur pidana di balik unggahan tersebut.

Sebagai pembelajaran atas kasus ini, dan jangan sampai kejadian serupa menimpa kita, apapun itu konteksnya, ada baiknya kita bijak dalam bermedia sosial.

Jejak digital itu tidak akan bisa hilang begitu saja meski sudah berusaha dihapus. Jangan sampai karena jari-jari sendiri, kita harus berhadapan dengan hukum. Terjerat UU ITE dan UU lainnya.

Demikian curahan hati saya yang sampai saat ini hati saya masih dibuat kezzall...!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun