Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Minta Maaf Itu Harus Tulus, Jangan Tendensius

19 November 2022   08:20 Diperbarui: 19 November 2022   08:22 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: tribunnews.com

Nah, dialog inilah yang memunculkan kegaduhan. Seketika nitizen pun murka melihat postingan yang menghina Ibu Negara.

Tidak salah juga nitizen marah. Kok bisa-bisanya seseorang yang well educated memposting ujaran yang menghina seseorang. Terlebih seseorang itu adalah Ibu Negara kita, yang menjadi simbol negara kita. Suka atau tidak suka Sekalipun seseorang itu bukan Ibu Negara, tetap saja tidak pantas.

Meski dia mengelak bahwa postingannya itu bukan bermaksud menghina atau merendahkan, tapi tetap saja nitizen tidak bisa menerimanya. Terlebih mengingat dialog dalam captionnya itu tidak ada pihak ketiga. Dialog hanya menggambarkan sosok majikan dan asisten rumah tangga sebagaimana bunyi dalam percakapan tersebut.

Saya saja yang baca saja kesal. Meski saya membuka Twitter tapi ciutan komikus kelahiran 4 November 1986 sudah beredar luas dan terbaca oleh saya. Meski ciutannya sudah dihapus karena memunculkan kegaduhan nasional, bahkan mungkin juga internasional, tetap saja jejak digitalnya masih bisa ditelusuri.

Belakangan, komikus yang sudah menghasilkan buku komik berjudul  Anak Kos Dodol dan God You Must be Joking, meminta maaf. Namun, permintaan maafnya pun menjadi blunder karena bersifat tendensius dan semakin memperkeruh keadaan.

Saya yang membaca surat permintaan maafnya itu, tergeram-geram, kesal, marah. Ada ya orang seperti ini. Bagaimana tidak kesal, orang minta maaf kok tidak tulus, membawa-bawa rezim. Pakai menuliskan permintaan maaf tidak ditujukan kepada nitizen.

Penyampaiannya pun justru memframing dan melakukan perundungan. Tidak sejalan dengan apa yang disampaikannya. Ia tidak mengoreksi dirinya, tidak intropeksi diri.

Pagi-pagi saya dibuat kesal. Ritual pagi saya setelah mengurus anak-anak memang membaca berita-berita di hp saya. Nah, ketemulah berita soal permintaan maaf si Komikus sombong ini. Baca surat terbukanya saya jadi ngedumel-ngedumel. Ah, merusak mood saya saja.

Bukan hanya saja yang ngedumel. Nitizen pun menggeruduk kolom komentar akun Jati. Memberondongnya dengan kemarahan yang sama dengan saya. Ini tidak ada kaitannya dengan dia pro siapa atau mendukung partai politik apa. Ini lebih kepada attitude saja.

Sudah sewajarnya kita, siapapun itu, meminta maaf setiap kali berbuat kesalahan atau membuat orang lain tersakiti. Meski demikian, meminta maaf pun dengan niat dan cara yang benar, bukan malah membuat suasana makin keruh.

Ucapkan permintaan maaf dengan ketulusan dan kesadaran akan apa yang telah diperbuat. Akui saja sih apa yang sudah dilakukannya adalah salah. Mengakui kesalahan sendiri dengan lapang dada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun