Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Menjajal Bus Listrik Transjakarta Rute Stasiun Tebet-Karet via Underpass, Suaranya Tidak Bising!

30 September 2022   13:07 Diperbarui: 30 September 2022   15:30 2600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamis 29 September 2022, saya ada agenda kegiatan di Menara Batavia, Karet, Jakarta Pusat. Untuk bisa sampai di sini, biasanya saya naik kereta turun di Stasiun Tebet, baru lanjut naik Mikrolet 44. Turun deh di Menara Batavia. 

Bisa juga sih naik bus TransJakarta dari Stasiun Tebet ke tujuan Karet. Busnya yang berukuran sedang, yang mirip Kopaja itu. Cuma, saya belum pernah naik hingga tujuan akhir ke Karet. Paling sering naik sampai Ciputra Artpreneur, Kuningan, saja.

Jadi, saya tidak tahu apakah rute ke Karet itu benaran sampai di Karet atau hanya sampai di bawah flyover dekat Sampoerna Strategic terus putar balik ke arah Stasiun Tebet?

Kalau hanya sampai Sampoerna Strategic berarti alamat saya harus berjalan kaki yang lumayan jauh juga. Bisa-bisa habis waktu saya di jalan mengingat jembatan penyeberangannya lumayan jauh juga.

Untuk menghindari hal ini, jadi saya memutuskan naik Mikrolet 44 saja untuk mengejar waktu. Sudah pukul 10.00 soalnya ketika saya turun di Stasiun Tebet. 

Sementara di undangan acara dimulai pukul 10.00. Pihak pengundang juga sudah mengingatkan dengan mengirim pesan di WA.

Ketika saya keluar dari Stasiun Tebet, eh mata saya melihat sesuatu yang baru. Taraa... ada bus listrik Transjakarta dengan rute Karet via Underpass. Warnanya tidak putih polos. 

Bagian depan bus berwarna orange. Tertera spesifikasi bus MYS-22343 BYD. Itu artinya,  bus tanpa emisi yang digunakan Transjakarta ini merupakan buatan raksasa mobil China BYD. Panjangnya mungkin sekitar 12 meter.

Baca juga: Menjajal Bus Listrik Rute Tanah Abang-Kampung Melayu via Cikini

Wah, boleh nih dijajal. Apakah modelnya sama dengan bus listrik rute Tanah Abang - Kampung Melayu via Cikini?

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Saya lantas memilih naik bus listrik. Tidak apa-apalah telat sampai di tempat acara. Tidak apa-apalah cuma sampai flyover Sampoerna Strategic. Tidak apa-apalah saya harus berjalan kaki ke Menara Batavia. Terpenting bisa menjajal bus listrik ini.

Naiklah saya. Tidak lupa tapping e-money pada alat tap on bus (TOB). Saldo saya berkurang Rp3500 menjadi Rp2500. Oh, berarti sudah tidak uji coba lagi ini. Sudah mulai dioperasikan. 

Di kaca depan bus juga tidak terlihat ada tulisan "uji coba bus listrik".  Sayang ya. Jadi, tidak gratis lagi hehehe... Oh iya dong, sesuatu yang gratis itu penting dan perlu hahaha... Apa lagi itu milik pemerintah. 

Saya perhatikan tidak beda jauh sih dengan bus listrik rute 6M (Tanah Abang - Kp Melayu via Cikini). Apakah jenis busnya sama? Tapi saya tanya kepada petugas tidak sama. Mirip tapi tidak sama. Serupa tapi beda. 

"Sejak kapan ya bus ini beroperasi?" tanya saya kepada petugas.

"Sudah empat hari ini," jawab pengemudi perempuan. Berarti mulai Senin 26 September 2022. Bus listrik dengan rute 6D ini beroperasi setiap hari mulai Senin-Minggu pukul 05.00-22.00 WIB.

Saya tanya siapa pemasok bus ini, pengemudi menyebutkan nama Bakrie. Siapa pun paham Bakrie yang dimaksud adalah Aburizal Bakrie.

Setelah saya telusuri ternyata pemasoknya dari Vektr Mobiliti Indonesia, entitas baru dari Bakrie Autoparts, anak usaha Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). Entitas baru itu bekerjasama langsung dengan BYD Auto dari China.

Seperti biasa, saya pun kepo. Memperhatikan setiap detil yang terdapat di dalam bus ini. Untuk tempat duduk, saya hitung cuma ada 30 saja. 

Itu sudah termasuk 4 kursi prioritas berwarna merah yang terpasang di depan dan satu area khusus penumpang dengan kursi roda. Jadi, kalau penumpang penuh, mungkin bisa 40 orang saja. 

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Saya perhatikan semua kursi dilengkapi dengan sabuk pengaman. Tapi sepertinya tidak terpakai juga. Tapi para penumpang tidak menggunakannya. Termasuk saya. Soalnya saya duduknya pindah-pindah karena ingin kepoin bus ini.

Mungkin yang lain sepemikiran juga dengan saya. Memangnya bus Transjakarta yang lumayan besar ini akan kebut-kebutan? Lagi pula penumpang turunnya kan random yang jaraknya tidak terlalu jauh juga. 

Di dalam bus, ada beberapa televisi layar datar yang terpasang. Tapi isinya bukan mengenai program-program siaran televisi nasional. Melainkan informasi-informasi seputar bus listrik ini.

Kalau televisi menayangkan program-program siaran televisi, ya kurang efektif juga sih secara penumpang kan turunnya juga dekat-dekat.

Jadi, tidak asyik saja nonton setengah-setengah. Nah, kalau tayangannya musik masih mending, masih bisa dinikmati tanpa harus mata melihat layar televisi. 

Tapi seingat saya, tidak ada suara musik atau lagu yang terdengar. Selama perjalanan, saya perhatikan televisi hanya menayangkan informasi-informasi bus listrik Transjakarta.

Informasi lainnya berupa bagaimana upaya pemerintah DKI Jakarta mengurangi dampak polusi akibat kendaraan bermotor. Salah satunya dengan beralih ke kendaraan listrik.

Dalam informasi yang saya dengar, penggunaan bus listrik diharapkan bisa memperbaiki kualitas udara yang tercemar akibat asap kendaraan bermotor. Kalau bus listrik banyak, kualitas udara jadi membaik.

Sebagaimana kita ketahui dan menyadari, polusi dan pencemaran udara menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama di perkotaan. Di DKI Jakarta, kepadatan kendaraan bermotor cukup tinggi dan ikut menyumbang polusi udara.

Diinformasikan pula bus listrik TransJakarta memiliki keunggulan. Di antaranya polusi suara berpotensi menurun hingga 28 persen dibandingkan pada bus diesel dan emisi karbon (CO2) pada gas buang bus listrik dapat berkurang hingga 50,3 persen.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Soal mengurangi polusi suara ini memang benar adanya. Tidak terdengar suara bising seperti jika naik bus diesel. Kata teman saya, suaranya smooth. Jadi serasa tidak naik bus.

"Sama kayak naik grab bike yang motor listrik. Tiba-tiba sudah ada di samping gue aja. Nggak terdengar deru suara motor seperti umumnya," kata Stevani Elizabeth, kawan semasa kuliah dan kawan seprofesi yang kebetulan tempat tinggalnya juga di Depok, Jawa Barat.

Informasi lain yang tertempel di bus disebutkan efisiensi energi pada bus listrik memiliki potensi lima kali lebih tinggi dibandingkan pada bus diesel.

Bus ini dilengkapi baterai kapasitas 324 kWh dan jangkauan maksimal 250 km per hari, sedangkan konsumsi daya maksimumnya 1,3 kWh per km.

Oh iya, bus ini juga ramah disabilitas, terutama untuk pengguna kursi roda. Karena di bus ini juga disediakan tangga khusus untuk kursi roda. Setidaknya begitu yang saya lihat di layar televisi.

Setelah sampai Sampoerna Strategic, saya sudah menyiapkan tenaga saya untuk berjalan kaki sampai Menara Batavia. Apakah bus ini berhenti sampai sini saja?

Ternyata, bus melanjutkan perjalanan melalui flyover ke Karet. Alhamdulillah, saya tidak jadi jalan kaki. Lega dong saya. Bisa menghemat tenaga dan waktu.

"Halte terakhir Karet," kata petugas. 

Ketika akan turun saya tanya apakah kalau saya mau ke Stasiun Tebet naik bus dari halte ini juga? Maksud saya, saya tidak perlu menyeberang begitu.

"Iya, Bu naik dari sini juga," jawabnya. Ah, lega saya.

Setelah turun saya perhatikan bus listrik berputar arah dekat putaran City Walk Sudirman atau dekat pintu masuk belakang Hotel Sahid Jaya.

Saya pun lanjut berjalan kaki sebentar, eh sudah ke pintu masuk Menara Batavia. Efektif banget. Irit juga. Tarifnya hanya Rp3.500. Lebih murah dibandingkan naik angkot Mikrolet 44 yang kata kawan saya sekarang Rp5000 yang tadinya Rp4000.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Selesai acara di Menara Batavia, saya kembali naik bus listrik Transjakarta. Ketika saya mau mentap e-money, eh ternyata saldo saya kurang. Hanya tersisa Rp2500. Hahaha... Wah harus segera diisi nih.

"Pakai yang gue aja Butet," kata kawan saya. Butet itu singkatan dari Ibu Tety. Teman-teman saya memang selalu memanggil saya Butet.

"Iya, bisa Bu pakai e-money temannya," timpal pengemudi. Oh berarti, kebijakan satu penumpang satu kartu belum berlaku ya.

Syukurlah, bisa pakai e-money kawan saya. Kalau tidak bisa, saya tidak tahu apakah saya bisa naik atau tidak? Apakah solusinya bisa bayar cash? Nah, pertanyaan ini yang lupa saya tanyakan. 

Sambil mengobrol-ngobrol tidak terasa sampailah kami di Stasiun Tebet. Demikian perjalanan hari ini dengan menggunakan bus listrik.

Oh iya, katanya, Pemprov DKI menargetkan semua busnya sudah bertenaga listrik pada 2030 sehingga menjadi lebih ramah lingkungan. Wah 8 tahun lagi itu. Saya sudah keburu tua itu hahaha....

Sebagai informasi tambahan spesifikasi bus listrik listrik BYD yang digunakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) tersebut telah sesuai dengan kondisi jalan di Jakarta, bahkan diklaim tidak rentan banjir.

Demikian laporan saya. Terima kasih.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun