Saya perhatikan semua kursi dilengkapi dengan sabuk pengaman. Tapi sepertinya tidak terpakai juga. Tapi para penumpang tidak menggunakannya. Termasuk saya. Soalnya saya duduknya pindah-pindah karena ingin kepoin bus ini.
Mungkin yang lain sepemikiran juga dengan saya. Memangnya bus Transjakarta yang lumayan besar ini akan kebut-kebutan? Lagi pula penumpang turunnya kan random yang jaraknya tidak terlalu jauh juga.Â
Di dalam bus, ada beberapa televisi layar datar yang terpasang. Tapi isinya bukan mengenai program-program siaran televisi nasional. Melainkan informasi-informasi seputar bus listrik ini.
Kalau televisi menayangkan program-program siaran televisi, ya kurang efektif juga sih secara penumpang kan turunnya juga dekat-dekat.
Jadi, tidak asyik saja nonton setengah-setengah. Nah, kalau tayangannya musik masih mending, masih bisa dinikmati tanpa harus mata melihat layar televisi.Â
Tapi seingat saya, tidak ada suara musik atau lagu yang terdengar. Selama perjalanan, saya perhatikan televisi hanya menayangkan informasi-informasi bus listrik Transjakarta.
Informasi lainnya berupa bagaimana upaya pemerintah DKI Jakarta mengurangi dampak polusi akibat kendaraan bermotor. Salah satunya dengan beralih ke kendaraan listrik.
Dalam informasi yang saya dengar, penggunaan bus listrik diharapkan bisa memperbaiki kualitas udara yang tercemar akibat asap kendaraan bermotor. Kalau bus listrik banyak, kualitas udara jadi membaik.
Sebagaimana kita ketahui dan menyadari, polusi dan pencemaran udara menjadi ancaman serius bagi masyarakat, terutama di perkotaan. Di DKI Jakarta, kepadatan kendaraan bermotor cukup tinggi dan ikut menyumbang polusi udara.
Diinformasikan pula bus listrik TransJakarta memiliki keunggulan. Di antaranya polusi suara berpotensi menurun hingga 28 persen dibandingkan pada bus diesel dan emisi karbon (CO2) pada gas buang bus listrik dapat berkurang hingga 50,3 persen.