Mohon tunggu...
Nenden Nur Amalia
Nenden Nur Amalia Mohon Tunggu... Mahasasiswa Magister Akuntansi Universitas Mercubuana -Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Nenden Nur Amalia NIM 55524110004 Univeritas Mercubuana Dosen Pengampu Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si. Jurusan Magister Akuntansi Mata Kuliah Manajemen Pajak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB2: Pendidikan Habitus Perpajakan Trans-Substansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara (Dosen Pengampu Prof Dr. Apollo M.Si Ak) -NIM 55524110004

24 Juni 2025   22:29 Diperbarui: 24 Juni 2025   22:41 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kritik KHD terhadap konsep Paideia (sumber: modul Dosen prof Apollo)

Konsep Paideia (sumber: Modul Dosen Prof Apollo)
Konsep Paideia (sumber: Modul Dosen Prof Apollo)
 

Dalam Paideia, kurikulum dirancang untuk mencetak warga negara yang terdidik dan mampu berkontribusi aktif dalam masyarakat. Mata pelajaran yang diajarkan sangat beragam dan saling melengkapi, meliputi:

  • Pengembangan Fisik: Melalui senam, individu dilatih untuk memiliki tubuh yang sehat dan kuat.
  • Penguasaan Bahasa dan Komunikasi: Pelajaran tata bahasa dan retorika (seni berpidato persuasif) sangat ditekankan untuk memungkinkan individu berkomunikasi secara efektif dan memengaruhi publik.
  • Pengembangan Berpikir Kritis: Dialektika (metode diskusi logis), logika, dan matematika diajarkan untuk mengasah kemampuan penalaran, analisis, dan pemecahan masalah.
  • Apresiasi Seni dan Pengetahuan Alam: Musik menumbuhkan kepekaan estetika dan harmoni, sementara geografi dan sejarah alam memperluas pemahaman tentang dunia di sekitar mereka.
  • Refleksi Eksistensial: Puncak dari Paideia adalah filsafat, yang mendorong individu untuk merenungkan makna kehidupan, etika, pengetahuan, dan realitas.

Seiring waktu, konsep Paideia ini berevolusi dan dikenal dalam bahasa Latin sebagai Humanitas. Seperti yang diungkapkan oleh Cicero, seorang orator dan filsuf Romawi, Humanitas secara harfiah berarti "sifat alami manusia." Dengan demikian, Paideia tidak hanya menjadi sistem pendidikan, melainkan sebuah model ideal untuk pembentukan karakter dan kecakapan manusiawi yang kemudian banyak memengaruhi institusi pendidikan dan pemikiran di dunia Barat, meletakkan dasar bagi apa yang kita kenal sekarang sebagai studi humaniora. Paideia adalah upaya monumental untuk mencapai kesempurnaan manusia melalui pendidikan yang terintegrasi dan mendalam.

Apa itu Paideia (sumber: Modul Dosen Prof Apollo)
Apa itu Paideia (sumber: Modul Dosen Prof Apollo)

Paideia, yang kerap diterjemahkan sebagai "pendidikan" atau "pembentukan", sejatinya melampaui makna harfiahnya. Ia adalah sebuah proses holistik yang bertujuan untuk mengembangkan manusia seutuhnya, meliputi aspek intelektual, moral, fisik, dan sosial, demi mencapai keutamaan (arete) dan menjadi warga negara yang ideal dalam polis (negara-kota).

Konsep Paideia mengajarkan bahwa pendidikan bukanlah sekadar transmisi pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan sebuah perjalanan panjang pembentukan jiwa. Seperti diibaratkan Pendidikan adalah proses bolak balik naik turun goa  Individu yang terdidik secara Paideia diharapkan mampu mencapai pemahaman yang komprehensif tentang kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Mereka dilatih untuk berpikir kritis, memiliki integritas moral, menguasai diri, serta mampu berkontribusi aktif dalam kehidupan publik. Gambaran "filsuf raja" Plato adalah manifestasi puncak dari tujuan Paideia ini: seorang pemimpin yang bijaksana dan adil, mampu menuntun masyarakat menuju tatanan yang harmonis dan benar. Dengan demikian, Paideia tidak hanya mempersiapkan individu untuk profesi tertentu, melainkan untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan berpartisipasi dalam konstruksi masyarakat yang ideal.

Alegori Gua: Dari Bayangan Menuju Cahaya Kebenaran

Alegori Gua adalah salah satu gambaran paling ikonik dan berpengaruh dalam sejarah filsafat, yang dikisahkan Plato dalam Buku VII "Republik." Alegori ini berfungsi sebagai metafora kuat untuk kondisi manusia dan tujuan pendidikan.

Bayangkan sekelompok manusia yang sejak lahir terbelenggu dalam sebuah gua. Mereka duduk menghadap dinding belakang gua, dengan leher dan kaki terikat sehingga tidak bisa menoleh ke samping atau ke belakang. Di belakang mereka, terdapat api yang menyala, dan di antara api dan para tawanan, ada jalan setapak di mana orang-orang membawa berbagai patung dan objek di atas kepala mereka. Cahaya dari api memproyeksikan bayangan objek-objek ini ke dinding yang dilihat para tawanan. Bagi para tawanan ini, bayangan-bayangan yang menari di dinding itulah satu-satunya "kenyataan" yang mereka ketahui. Mereka mungkin bahkan menciptakan permainan, mengidentifikasi dan memprediksi pola bayangan, meyakini bahwa itu adalah pengetahuan sejati.

Namun, suatu hari, salah satu tawanan berhasil melepaskan diri dari belenggunya. Dengan susah payah, ia berbalik, melihat api, dan kemudian dengan perlahan dan menyakitkan, ia mendaki jalan keluar dari gua menuju dunia luar. Awalnya, matanya akan terasa silau oleh cahaya matahari yang menyengat. Ia mungkin merasa bingung dan tidak nyaman, merindukan kegelapan yang familiar di dalam gua. Namun, seiring waktu, matanya terbiasa. Ia mulai melihat objek-objek nyata---pohon, bunga, hewan, dan akhirnya matahari itu sendiri. Ia menyadari bahwa objek-objek yang ia lihat di luar gua adalah realitas sejati, dan bayangan di dalam gua hanyalah tiruan yang samar dan tidak sempurna.

Setelah tercerahkan oleh kebenaran di dunia luar, orang yang telah bebas ini merasa terpanggil untuk kembali ke gua. Ia ingin membebaskan rekan-rekannya dari ilusi dan menunjukkan kepada mereka cahaya kebenaran. Namun, ketika ia kembali ke gua, matanya kembali sulit beradaptasi dengan kegelapan. Ia mungkin terlihat canggung, bingung, dan bahkan "gila" di mata para tawanan yang masih terbiasa dengan bayangan. Ketika ia mencoba menjelaskan bahwa ada dunia yang lebih nyata di luar, dan bahwa bayangan yang mereka lihat hanyalah ilusi, para tawanan mungkin akan menertawakannya, meragukan kewarasannya, dan bahkan mungkin mengancam untuk membunuhnya jika ia mencoba melepaskan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun